![]() |
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah |
BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,--Pukulan efek pandemi Covid-19 terus menyentuh berbagai bidang termasuk
dunia pendidikan. Terlebih lembaga pendidikan swasta yang berjuang secara
swadaya dalam memenuhi operasional kesehariannya.
“Mayoritas lembaga pendidikan swasta mengandalkan pemasukan SPP sebagai penggerak
roda operasional, sementara saat ini banyak orangtua juga terdampak pandemi
hingga kesulitan membayar SPP. Maka banyak guru sekolah di lembaga pendidikan
swasta mulai terhambat memperoleh gaji, bahkan beberapa sekolah swasta juga
terancam tutup karena kekurangan murid.” Kata anggota Komisi X DPR RI Ledia
Hanifa Amaliah usai bertemu dengan beberapa guru sekolah swasta di tengah
kegiatan masa resesnya di Kota Bandung dan Kota Cimahi
Jumlah sekolah swasta dan jumlah peserta didik di sekolah swasta di
Indonesia memang sangat besar, ada lebih dari 50 ribu sekolah swasta tingkat SD
sampai SMA/SMK dari total 200 ribuan sekolah di Indonesia. Bahkan untuk level
pendidikan SMA dan SMK, jumlah sekolah swasta lebih banyak. Tercatat ada 50, 23
% SMA Swasta dan 74,56% SMK Swasta pada tahun ajaran 2018/2019.
“Persoalan yang kini semakin terasa berat dihadapi oleh lembaga
pendidikan swasta adalah persoalan biaya operasional sekolah, penggajian guru,
hingga kekurangan murid.” kata Ledia
Dari perbincangan dengan beberapa kepala sekolah, guru, serta pengurus
yayasan dari lembaga pendidikan swasta di Kota Bandung dan Kota Cimahi, Ledia
menangkap kesulitan tersebut sebenarnya sudah ada sejak sebelum pandemi
Covid-19 melanda tetapi semakin terasa berat di masa pandemi ini berlangsung.
Persoalan SPP misalnya, yang menjadi andalan bagi sekolah swasta untuk
membiayai kebutuhan operasionalnya kini banyak terkoreksi karena orangtua
banyak yang tidak mampu membayar. Pada akhirnya hal ini juga berujung pada
persoalan kesejahteraan guru dan pegawai di lingkup lembaga pendidikan swasta
yang ikut terkoreksi.
Adanya relaksasi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang memungkinkan
penggunaan untuk gaji guru honor sampai lebih dari 50% nyatanya belum memadai.
“Masih banyak sekolah yang lebih dari 75% gurunya adalah guru Non PNS
atau yang biasa kita sebut sebagai guru honor. Bahkan di seluruh Indonesia
banyak sekolah yang hanya memiliki satu guru PNS, yaitu Kepala Sekolah. Dana
BOS yang ada bila digunakan untuk menutup biaya operasional sekolah plus honor
guru dan tenaga kependidikan lain tentu menjadi kurang memadai.” lanjut aleg
asal Fraksi PKS ini.
Masih terkait dana BOS, ukuran jumlah yang diterima setiap sekolah
tergantung pada jumlah murid. Padahal mayoritas sekolah swasta justru tengah
menghadapi persoalan kekurangan murid.
“Saya bertemu dengan BMPS (Badan Musyawarah Perguruan Swasta) Kota
Cimahi, lalu bertemu kepala sekolah dan guru-guru dari beberapa sekolah swasta
di Kota Bandung, semua mengeluhkan hal yang sama, sedang mengalami persoalan
kekurangan murid. Dan diantaranya menurut aduan mereka karena ada kebijakan
pembukaan sekolah negeri yang tidak sesuai peraturan.” Ungkap Sekretaris Fraksi
PKS ini .
Keluhan yang disampaikan para tenaga pendidik sekolah swasta ini
diantaranya pembukaan kelas dengan rombel yang tidak sesuai atau membuka
sekolah baru meski belum cukup perizinan.
“Ketentuan maksimal 32 murid dalam satu kelas banyak dilanggar, hingga
kelas dipenuhi hingga 40 murid. Juga sekolah negeri baru banyak yang didirikan
di sekitar wilayah yang sudah berdiri sekolah swasta, dan hanya satu tahun
izinnya bisa keluar. Padahal kalau untuk membuka sekolah swasta soal syarat dan
perizinannya rumitnya minta ampun bisa bertahun-tahun tidak kunjung keluar
izin,” kata seorang perwakilan guru dari Sekolah Taman Siswa menyampaikan
keluhannya kepada Ledia Hanifa saat mengisi kunjungan reses.
Beberapa keluhan lain yang muncul misalnya soal tunjangan bagi guru honor
yang dirasakan juga sulit didapat karena ada kaitannya dengan jumlah jam
mengajar dan jumlah rombel (rombongan belajar) tertentu yang harus terpenuhi.
Padahal persoalan jumlah rombel ini juga menjadi persoalan tersendiri bagi mayoritas lembaga pendidikan swasta saat ini.
Menerima semua masukan dan keluhan ini Ledia berjanji akan
menyampaikannya pada pihak terkait.
“Semua masukan dan keluhan akan saya sampaikan sesuai jenjangnya. Semisal
terkait dengan kebijakan di level pemerintah daerah tentu akan disampaikan pada
kepala daerah dan melibatkan anggota DPRD, sementara yang terkait kebijakan
pemerintah pusat akan saya sampaikan pada Kemendikbud. Semoga akan ada jalan
keluar terbaik demi peningkatan mutu pendidikan Indonesia.” Tutup Ledia.(Red/Ril)