Notification

×

Iklan

Iklan

Lembaga Pendidikan Swasta Makin Menjerit di Tengah Pandemi

Jumat, 07 Agustus 2020 | 15:14 WIB Last Updated 2020-08-07T08:14:17Z
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah

BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,--Pukulan efek pandemi Covid-19 terus menyentuh berbagai bidang termasuk dunia pendidikan. Terlebih lembaga pendidikan swasta yang berjuang secara swadaya dalam memenuhi operasional kesehariannya.

“Mayoritas lembaga pendidikan swasta mengandalkan pemasukan SPP sebagai penggerak roda operasional, sementara saat ini banyak orangtua juga terdampak pandemi hingga kesulitan membayar SPP. Maka banyak guru sekolah di lembaga pendidikan swasta mulai terhambat memperoleh gaji, bahkan beberapa sekolah swasta juga terancam tutup karena kekurangan murid.” Kata anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah usai bertemu dengan beberapa guru sekolah swasta di tengah kegiatan masa resesnya di Kota Bandung dan Kota Cimahi

Jumlah sekolah swasta dan jumlah peserta didik di sekolah swasta di Indonesia memang sangat besar, ada lebih dari 50 ribu sekolah swasta tingkat SD sampai SMA/SMK dari total 200 ribuan sekolah di Indonesia. Bahkan untuk level pendidikan SMA dan SMK, jumlah sekolah swasta lebih banyak. Tercatat ada 50, 23 % SMA Swasta dan 74,56% SMK Swasta pada tahun ajaran 2018/2019.

“Persoalan yang kini semakin terasa berat dihadapi oleh lembaga pendidikan swasta adalah persoalan biaya operasional sekolah, penggajian guru, hingga kekurangan murid.” kata Ledia

Dari perbincangan dengan beberapa kepala sekolah, guru, serta pengurus yayasan dari lembaga pendidikan swasta di Kota Bandung dan Kota Cimahi, Ledia menangkap kesulitan tersebut sebenarnya sudah ada sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda tetapi semakin terasa berat di masa pandemi ini berlangsung.

Persoalan SPP misalnya, yang menjadi andalan bagi sekolah swasta untuk membiayai kebutuhan operasionalnya kini banyak terkoreksi karena orangtua banyak yang tidak mampu membayar. Pada akhirnya hal ini juga berujung pada persoalan kesejahteraan guru dan pegawai di lingkup lembaga pendidikan swasta yang ikut terkoreksi.

Adanya relaksasi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang memungkinkan penggunaan untuk gaji guru honor sampai lebih dari 50% nyatanya belum memadai.

“Masih banyak sekolah yang lebih dari 75% gurunya adalah guru Non PNS atau yang biasa kita sebut sebagai guru honor. Bahkan di seluruh Indonesia banyak sekolah yang hanya memiliki satu guru PNS, yaitu Kepala Sekolah. Dana BOS yang ada bila digunakan untuk menutup biaya operasional sekolah plus honor guru dan tenaga kependidikan lain tentu menjadi kurang memadai.” lanjut aleg asal Fraksi PKS ini.

Masih terkait dana BOS, ukuran jumlah yang diterima setiap sekolah tergantung pada jumlah murid. Padahal mayoritas sekolah swasta justru tengah menghadapi persoalan kekurangan murid.

“Saya bertemu dengan BMPS (Badan Musyawarah Perguruan Swasta) Kota Cimahi, lalu bertemu kepala sekolah dan guru-guru dari beberapa sekolah swasta di Kota Bandung, semua mengeluhkan hal yang sama, sedang mengalami persoalan kekurangan murid. Dan diantaranya menurut aduan mereka karena ada kebijakan pembukaan sekolah negeri yang tidak sesuai peraturan.” Ungkap Sekretaris Fraksi PKS ini .

Keluhan yang disampaikan para tenaga pendidik sekolah swasta ini diantaranya pembukaan kelas dengan rombel yang tidak sesuai atau membuka sekolah baru meski belum cukup perizinan.

“Ketentuan maksimal 32 murid dalam satu kelas banyak dilanggar, hingga kelas dipenuhi hingga 40 murid. Juga sekolah negeri baru banyak yang didirikan di sekitar wilayah yang sudah berdiri sekolah swasta, dan hanya satu tahun izinnya bisa keluar. Padahal kalau untuk membuka sekolah swasta soal syarat dan perizinannya rumitnya minta ampun bisa bertahun-tahun tidak kunjung keluar izin,” kata seorang perwakilan guru dari Sekolah Taman Siswa menyampaikan keluhannya kepada Ledia Hanifa saat mengisi kunjungan reses.

Beberapa keluhan lain yang muncul misalnya soal tunjangan bagi guru honor yang dirasakan juga sulit didapat karena ada kaitannya dengan jumlah jam mengajar dan jumlah rombel (rombongan belajar) tertentu yang harus terpenuhi. Padahal persoalan jumlah rombel ini juga menjadi persoalan tersendiri bagi  mayoritas lembaga pendidikan swasta saat ini.

Menerima semua masukan dan keluhan ini Ledia berjanji akan menyampaikannya pada pihak terkait.
 “Semua masukan dan keluhan akan saya sampaikan sesuai jenjangnya. Semisal terkait dengan kebijakan di level pemerintah daerah tentu akan disampaikan pada kepala daerah dan melibatkan anggota DPRD, sementara yang terkait kebijakan pemerintah pusat akan saya sampaikan pada Kemendikbud. Semoga akan ada jalan keluar terbaik demi peningkatan mutu pendidikan Indonesia.” Tutup Ledia.(Red/Ril)
×
Berita Terbaru Update