Oleh Siti Susanti, S.Pd.
Generasi sehat kuat, akan terwujud diantaranya melalui asupan makanan yang sehat dan bergizi. Jika sebaliknya, akan menyebabkan masalah dalam tumbuh kembang, diantaranya stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi di seribu hari pertama kehidupan anak. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia.
Pemenuhan gizi seimbang, dapat mencegah terjadinya stunting. Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh seseorang. Terkait ini, penulis beberapa kali mendapatkan penyuluhan di Posyandu oleh Tim Puskesmas.
Dalam rangka mengatasi stunting, Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil mengklaim Program "Ojek Makanan Balita" atau Omaba merupakan upaya jitu dalam mengatasi tengkes atau stunting di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
Masalah stunting, di antaranya terkait jumlah puskesmas yang terbatas di Jawa Barat dan Indonesia, rumah dengan kondisi air tidak higienis, pengasuhan yang kurang ilmu, plus gizi buruk.
Terkait gizi buruk, bagi sebagian kalangan, tampaknya sulit untuk memenuhi gizi seimbang bagi anak. Hal ini disebabkan kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.
Penulis sering menemukan, alih-alih memenuhi gizi seimbang, untuk membeli makanan pokok saja semisal beras juga sulit.
Hal ini dilatarbelakangi sistem kapitalistik saat ini, yang mengantarkan orang-orang kaya semakin kaya sementara yang miskin semakin miskin.
Dalam sistem ini, tidak ada batasan kepemilikan, sehingga siapapun yang mampu dan memiliki modal besar dapat menguasai harta sebanyak-banyaknya. Adapun mereka yang terbatas harta dan modal, terseok untuk memperoleh sisa-sisa harta.
Kehidupan seolah pertandingan tinju antara kelas bulu dan kelas berat dalam satu ring, sehingga mengantarkan kemiskinan menjadi sesuatu yang wajar, diantaranya menyebabkan stunting.
Selain itu, pembangunan yang eksploitatif menyebabkan polusi di mana-mana, sebagai penyebab lain dari stunting.
Adapun jika menilik kepada syariat Islam, didapati bahwa generasi adalah satu hal yang sangat diperhatikan.
Bahkan, maksud diturunkan syariat tidak lain adalah untuk menjaga keberlangsungan jiwa manusia, yang dalam istilah ushul fiqih disebut sebagai hifzul nafs (penjagaan jiwa).
Bukan sekedar jargon, Islam dalam seperangkat syariatnya merealisasikan penjagaan manusia, sehingga manusia terpelihara baik fisik dan jiwanya.
Diantaranya, dengan prinsip yang ditetapkan Islam, bahwa kebutuhan pokok (sandang,pangan papan) adalah perkara yang terjamin pemenuhannya bagi seluruh rakyat.
Secara sistemik, wujud jaminan pemenuhan pokok adalah dengan terjaminnya lapangan pekerjaan bagi setiap kepala keluarga. Hal ini karena, syariat menetapkan ayah(sebagai kepala keluarga) memiliki tanggung jawab untuk memenuhi nafkah keluarga. Sebagaimana firmanNya:
"... dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf…" (QS al-Baqarah [2]: 233).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, cara yang makruf, yakni sesuai dengan kebiasaan yang berlaku bagi mereka di negeri mereka masing-masing dengan tidak berlebih-lebihan atau juga terlampau kurang.
Mekanisme pemenuhan pokok lainnya yang diatur syariat Islam adalah, apabila ayah tidak mampu bekerja karena kondisi semisal sakit, maka pemenuhan kebutuhan pokok keluarga jatuh tanggung jawabnya kepada negara. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW:
" Siapa yang meninggalkan harta maka harta itu untuk ahli warisnya. Siapa yang meninggalkan keluarga yang terlantar maka itu tanggungan kami (HR Ahmad, al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Mekanisme ini mungkin terwujud, karena terkait perekonomian Islam yang berbasis baitul mal. Keunikan sistem Islam yang berbeda dengan yang lain diantaranya adalah, keberadaan kepemilikan umum sebagai sumber pemasukan baitul mal. Hal ini sebagaimana hadits Nabi SAW :
"Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api" (HR Abu Dawud).
Jika dirinci, kepemilikan umum mencakup tiga jenis harta: (a) segala sesuatu yang menjadi bagian dari kemaslahatan umum masyarakat, seperti tanah lapang di sebuah negara; (b) barang tambang yang depositnya sangat besar, seperti sumber-sumber minyak; (c) benda-benda yang tabiatnya menghalangi monopoli seseorang atas penguasaannya, seperti sungai-sungai.
Dengan mekanisme ini, kas negara akan gemuk, pemenuhan kebutuhan pokok akan terealisir, dan stunting dapat dielakkan. Dengan begini, generasi cemerlang bukan sekedar harapan.**