Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih |
JAKARTA.LENTERAJABAR.COM,-Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih menyayangkan rencana
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang akan menutup SMP Muhammadiyah
Butuh, Purworejo menyusul aksi perundungan terhadap seorang siswi
berkebutuhan khusus oleh tiga teman sekelasnya di sekolah tersebut.
“Penutupan sekolah bukan solusi, masalah bullying atau perundungan
adalah masalah bersama yang dapat muncul lagi di kemudian hari, mau
berapa sekolah ditutup?” ucap politisi PKS ini di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Fikri
menambahkan, masalah perundungan adalah fenomena yang perlu mendapatkan
solusi komperehensif dan berkelanjutan, melalui program yang massif dan
didukung seluruh pihak, baik sekolah, wali murid, hingga pemerintah
daerah sebagai penyelenggara kebijakan di tingkat lokal. “Bukan hanya
karena ada kasus atau insidental saja,” imbuh dia.
Di
samping itu, hasil investigasi internal dewan pimpinan pusat
Muhammadiyah yang turun langsung menyusulnya timbulnya kasus tersebut,
menemukan bahwa tiga anak pelaku perundungan adalah siswa baru pindahan
yang ditransfer dari sekolah lain. “Tidak adil rasanya bila serta merta
kesalahan ditimpakan kepada SMP Muhammadiyah Butuh,” ujar Fikri.
Lebih
jauh, Fikri menilai justru SMP Muhammadiyah Butuh hanya sedikit di
antara banyak sekolah yang bersedia menjadi sekolah inklusi. “Kita mesti
apresiasi dengan hadirnya SMP Muhammadiyah Butuh sebagai sekolah
inklusif, padahal perundangan mengatur bahwa pemerintah daerah wajib
menunjuk minimal setidaknya satu sekolah inklusi di tiap jenjang
pendidikan pada tiap kecamatan,” tambah dia.
Seperti
diketahui, sekolah inklusi adalah sekolah yang menerapkan kesetaraan
terhadap siswa disabilitas, sehingga dapat belajar bersama di kelas
reguler bersama-sama teman seusianya yang normal, tanpa harus
dikhususkan kelasnya. “Kalau karena satu kasus lantas sekolah inklusif
ini harus ditutup, maka bisa menghilangkan hak-hak anak disabilitas
lain di sekitar wilayah itu,” ucap Fikri.
Fikri
meminta, dengan terjadinya kasus perundungan terhadap anak berkebutuhan
khusus oleh temannya yang normal, janganlah dijadikan alasan penutupan
sekolah inklusi. “Inilah tantangannya, anak disabilitas punya hak yang
sama sebagai warga negara yang berhak memperoleh pendidikan dengan anak
lain yang normal, sesuai Undang Undang nomor 8 tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas,” kata Fikri.
Selain
itu, Fikri mengritik soal kewenangan pemerintah Provinsi khususnya, Jawa
Tengah yang melampaui tupoksinya. Menurutnya, sesuai Undang Undang
Nomor 23 thn 2014, sebaiknya masalah SMP Muhammadiyah diserahkan kepada
Pemerintah Kabupaten Purworejo. “Gubernur bisa memberi saran dan
masukan. Pemerintah provinsi sebaiknya konsentrasi membenahi SMA/K
sesuai kewenangan yg diamanahkan,” tegasnya.
Namun
kemudian, masalah perundungan memang sudah menjadi masalah nasional
yang terjadi bisa kepada siapa saja tanpa pandang bulu. “Menjadi tugas
bersama bagi kita semua, terlebih pemerintah untuk mencegah dan
menanggulangi problem bullying khususnya di institusi pendidikan agar
tidak terus terulang,” tutup Fikri.