
Caption :Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bersama .Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dalam Rakor Tata Ruang dan Pertanahan di Gedung Sate Bandung,
KOTA BANDUNG.LENTERAJABAR.COM, - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian untuk memastikan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) masuk di dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota.
Terdapat 269 kabupaten/kota yang belum memuat KP2B dalam Perda RTRW. Selain itu, ada 139 kabupaten/kota yang luas KP2B belum mencapai 87 persen dari total Lahan Baku Sawah (LBS). Wilayah dengan dua kondisi itu didorong untuk merevisi Perda RTRW.
Sebagai bahan revisi Perda tentang RTRW, pemerintah daerah perlu segera melakukan identifikasi lahan sawah yang ada maksimal sampai dengan Februari 2026.
Hal itu disampaikan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dalam Rakor Tata Ruang dan Pertanahan di Gedung Sate Bandung, Hadir pula memimpin rapat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Sementara itu, pemanfaatan sawah aktif yang masuk di dalam Kawasan hutan, perlu segera dilakukan pembahasan dengan Kementerian Kehutanan.
"Selama database belum tersedia, akan dilakukan moratorium penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) di atas lahan sawah, baik kewenangan pusat maupun daerah. Wajib mengganti LBS bila terjadi alih fungsi lahan di wilayah-wilayah perdesaan untuk menjaga keseimbangan wilayah," tuturnya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendukung upaya Menteri ATR/BPN dalam menata perda RTRW termasuk di wilayah Jabar.
"Kita segera membuat perda penataan ruang dimana akan ada kesesuaian antara provinsi dengan kabupaten/kota sehingga nanti klop. Januari ini kita usulkan," tegasnya.
Arah penataan ruang dalam perda diantaranya untuk melindungi kawasan hutan, areal pesawahan, rawa-rawa, daerah sumber air, dan daerah aliran sungai.
Jika nanti sudah terbentuk perda di Kabupaten/kota maka tidak lagi diperlukan peraturan gubernur atau surat edaran terkait alih fungsi lahan.
"Kalau hari ini memang kondisinya adalah kondisinya darurat. Aturannya dibolehkan (alih fungsi lahan), tapi bisa menimbulkan bencana. Ya, kita pilih mana? Pilih taat pada aturan atau pilih menangani bencana. Ya, saya sih pilih menangani bencana," tegasnya.
KDM menambahkan Kementerian ATR/BPN tengah mempercepat seluruh proses sertifikasi seluruh aset-aset negara, baik yang dikelola oleh BUMN maupun kementerian serta pemda.
"Hari ini sudah bersepakat antara Kanwil ATR/ BPN Provinsi Jawa Barat dengan Perhutani dan PTPN untuk segera melakukan penanganan terhadap aset-aset negara di Provinsi Jawa Barat agar segera tersertifikatkan, sehingga tidak terjadi sengketa di lapangan. Hal berikutnya juga kita mendorong dengan Kementerian PU untuk segera menetapkan sempadan sungai di seluruh provinsi Jawa Barat. Dengan begitu, kalau nanti sepadan sungai sudah ditetapkan oleh Menteri PU, maka sertifikat yang muncul itu dapat dicabut oleh Menteri ATR/BPN," tuturnya.
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Kehutanan Ade Tri Ajikusumah menyebutkan kawasan hutan di Jawa Barat kini tersisa seluas 760 ribu hektare dan terus menyusut.
Luasan itu mencapai 22,54 persen dari luas daratan. Padahal keseimbangan alam sebuah wilayah terjadi jika 30 persen luasannya mampu menahan air atau merupakan kawasan hutan.
"Sekarang kami di Kementerian tidak akan lagi mengeluarkan ijin lokasi dan ijin lingkungan jika tidak ada ijin dari instansi atau gubernur Jabar," tegasnya.(red/rie)