JAKARTA,LENTERAJABAR.COM-H. Ecky Awal Mucharam Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS meminta agar pemerintah harus lebih hati-hati ketika menetapkan defisit anggaran dalam RAPBN 2018. Hal ini disampaikan Ecky kepada para wartawan di sela-sela rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI Kompleks DPR-RI Senayan, Jakarta, Kamis (5/10).
Ecky menjelaskan, “Rencana defisit anggaran memang lebih kecil apabila dibandingkan dua tahun terakhir, akan tetapi penambahan pembiayaan yang mencapai Rp 399 Triliun di tahun 2018 dapat mendorong debt to gdp ratio Indonesia mencapai di atas 29%.”
Anggota DPR asal jawa barat ini menambahkan, “Defisit anggaran Pemerintah pada dasarnya menyebabkan crowding out investasi swasta, yang tentu semakin menekan sektor swasta di tahun 2018.”
“Hal lain yang perlu jadi catatan adalah tidak optimalnya penggunaan utang pemerintah, terlihat dari besar Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada tahun 2015 dan 2016 yang berturut-turut mencapai sebesar Rp 24 Triliun dan Rp 26 Triliun. Adanya SILPA artinya Pemerintah merugi karena berutang tetapi tidak digunakan dan sudah menanggung beban bunga yang ada.” Ujar Ecky.
“Yang tak kalah pentingnya, pemerintah harus menetapkan target penerimaan dengan kredibel serta bekerja keras dengan target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.609,4 triliun di Tahun 2018. Diperlukan upaya dan strategi yang tepat untuk meningkatkan rasio pajak yang tahun lalu anya sebesar 10,36% di mana itu menjadi yang terendah sejak Tahun 2008. Dengan realisasi penerimaan yang meleset, defisit akan semakin melebar dan ini berbahaya.” Pungkas Ecky.(Red/Rls)
Ecky menjelaskan, “Rencana defisit anggaran memang lebih kecil apabila dibandingkan dua tahun terakhir, akan tetapi penambahan pembiayaan yang mencapai Rp 399 Triliun di tahun 2018 dapat mendorong debt to gdp ratio Indonesia mencapai di atas 29%.”
Anggota DPR asal jawa barat ini menambahkan, “Defisit anggaran Pemerintah pada dasarnya menyebabkan crowding out investasi swasta, yang tentu semakin menekan sektor swasta di tahun 2018.”
“Hal lain yang perlu jadi catatan adalah tidak optimalnya penggunaan utang pemerintah, terlihat dari besar Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada tahun 2015 dan 2016 yang berturut-turut mencapai sebesar Rp 24 Triliun dan Rp 26 Triliun. Adanya SILPA artinya Pemerintah merugi karena berutang tetapi tidak digunakan dan sudah menanggung beban bunga yang ada.” Ujar Ecky.
“Yang tak kalah pentingnya, pemerintah harus menetapkan target penerimaan dengan kredibel serta bekerja keras dengan target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.609,4 triliun di Tahun 2018. Diperlukan upaya dan strategi yang tepat untuk meningkatkan rasio pajak yang tahun lalu anya sebesar 10,36% di mana itu menjadi yang terendah sejak Tahun 2008. Dengan realisasi penerimaan yang meleset, defisit akan semakin melebar dan ini berbahaya.” Pungkas Ecky.(Red/Rls)