Notification

×

Iklan

Iklan

IUPK Sementara Freeport Sarat Cacat Hukum dan Diskriminasi Industrial

Kamis, 06 April 2017 | 15:20 WIB Last Updated 2017-04-06T08:20:58Z
JAKARTA,LENTERAJABAR.COM - Anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar menilai keluarnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Sementara untuk PT Freeport Indonesia (PT FI) berpotensi timbulkan diskriminasi industrial dan sarat dengan cacat hukum dalam pelaksanaannya.

Oleh karena itu, Rofi mengaku heran atas keluarnya kebijakan IUPK Sementara tersebut, dimana pemerintah memberikan dispensasi kepada PT FI agar tetap dapat melakukan ekspor konsentrat selama 8 bulan hingga 10 Oktober 2017.

"Dalam UU minerba tidak di kenal istilah 'IUPK Sementara', karena hanya mengenal IUPK, KK dan IUP. Atas dasar regulasi apa pemerintah memberikan izin kepada PT FI?" tanya Rofi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4).

Legislator asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menambahkan, sesungguhnya dengan keluarnya kebijakan tersebut tidak ada jaminan bagi PT. FI untuk pada akhirnya mengikuti seluruh klausul yang diminta dalam negosiasi sebelumnya. Kebijakan ini juga dipastikan akan menimbulkan adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi industrial dari Perusahaan yang sejenis seperti PT FI.

“Pemerintah tidak konsisten dan tegas dalam mendesak PT. FI masuk ke negosiasi yang sesuai dengan ketentuan UU Minerba. Setidaknya kebijakan yang baru dikeluarkan ini menunjukan bahwa Pemerintah lemah dan tidak serius menegakan aturan yang ada,” tegas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VII ini.

Selanjutnya, Rofi menilai IUPK sementara akan memberikan dampak bahwa telah terjadi ketidakpastian hukum dalam industri minerba di Indonesia. Selain itu dirinya menjelaskan, selama ini Perusahaan yang berstatus KK menurut UU Minerba jika ingin tetap ekspor konsentrat maka harus merubah dirinya menjadi IUPK. Namun jika tetap dengan status yang sama maka harus taat pada ketentuan renegosiasi kontrak dengan di antaranya mampu membangun pabrik pemurnian mineral (smelter) di tahun 2017.

“Dengan keluarnya IUPK sementara, sesungguhnya belum ada solusi permanen yang didapatkan dari proses negosisasi antara PT FI dengan Pemerintah. Ini lebih terlihat hanya sebagai upaya ‘prematur’ untuk sekedar meredam gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kerugian operasional PT FI,” tegas Rofi.

Sebagai informasi, pasca penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) pada Januari 2017 lalu, PTFI tak bisa lagi mengekspor konsentrat. Karena, berdasarkan PP 1/2017 ini, PTFI harus mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jika ingin mendapat izin ekspor konsentrat.(Red/Rpk)
×
Berita Terbaru Update