Notification

×

Iklan

Iklan

Peran Penting Perguruan Tinggi Vokasi Untuk Mencapai Visi Indonesia Emas 2045

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:04 WIB Last Updated 2025-12-20T10:04:20Z


BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,
– Indonesia menargetkan untuk menjadi salah satu negara maju pada tahun 2045, bertepatan dengan satu abad kemerdekaan. Agenda besar yang dikenal sebagai Indonesia Emas 2045 ini bertumpu pada satu fondasi utama yaitu kualitas sumber daya manusia (SDM). Di tengah percepatan transformasi industri, digitalisasi, dan dinamika global yang kian kompetitif, pendidikan tinggi vokasi memegang peranan strategis yang tidak bisa lagi dipinggirkan.


Selama ini, paradigma pendidikan tinggi di Indonesia masih cenderung berorientasi akademik. Di lain pihak, tantangan dunia kerja ke depan justru menuntut lulusan yang siap berkarya, adaptif, dan memiliki keterampilan teknis yang mumpuni. Di sinilah pendidikan tinggi vokasi melalui politeknik, program diploma, dan sarjana terapan menjadi jawaban nyata atas kebutuhan industri nasional. Untuk mendukung agenda Indonesia Emas 2045, pendidikan tinggi menjadi penting sebagai salah satu indikator potensi pemuda dalam pembangunan nasional. Pada tahun 2024 lalu, tingkat pemuda dengan lulusan pendidikan tinggi hanya mencapai 11,36 persen (Goodstats, 2025). 


Merujuk data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang dipublikasikan oleh Dataloka, pada tahun 2024 terdapat sekitar 4.416 perguruan tinggi di Indonesia yang mencakup perguruan tinggi negeri, swasta, keagamaan, dan kedinasan. Bentuk perguruan tinggi yang paling dominan adalah Sekolah Tinggi dengan jumlah 2.069 institusi, disusul Universitas sebanyak 933 institusi, dan institut sebanyak 435 institusi.  Sementara itu, pada kategori pendidikan vokasi, jumlah institusinya masih jauh lebih terbatas. Tercatat hanya 561 Akademi, 383 Politeknik, dan 35 Akademi Komunitas yang tersebar di seluruh Indonesia. Jika digabungkan, total perguruan tinggi vokasi hanya mencapai 979 institusi, atau sekitar 22 persen dari keseluruhan perguruan tinggi nasional.


Sebaran data tersebut di atas menunjukkan bahwa pendidikan vokasi yang berorientasi pada keterampilan terapan dan kesiapan kerja masih belum menjadi arus utama dalam pengembangan pendidikan tinggi. Padahal, dunia industri membutuhkan lulusan yang memiliki kompetensi teknis dan pengalaman praktis yang kuat. 


Rendahnya proporsi pendidikan vokasi dinilai berpotensi memperlebar kesenjangan antara kebutuhan industri dan ketersediaan sumber daya manusia terampil. Tanpa penguatan dan perluasan pendidikan vokasi, Indonesia berisiko mengalami kekurangan tenaga kerja siap berkarya, khususnya pada sektor-sektor strategis yang menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk mendorong pengembangan pendidikan vokasi sebagai bagian dari strategi besar menuju Indonesia Emas 2045.


Di sisi lain, di tengah tingginya kebutuhan akan pendidikan tinggi di Indonesia dengan sebaran perguruan tinggi yang banyak di setiap daerah, biaya pendidikan justru semakin meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Hal ini menjadikan akses pendidikan tinggi tidak bisa dijangkau oleh setiap masyarakat sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 Ayat 1 dan Ayat 3. Ditambah, pada Pasal 28C menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat pendidikan dan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Hal ini memerlukan perhatian serius pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut.


Agenda industrialisasi, hilirisasi sumber daya alam, dan penguatan manufaktur nasional tidak akan berjalan tanpa SDM vokasional yang kuat. Sektor-sektor strategis seperti industri manufaktur, energi, pertanian modern, ekonomi hijau, hingga industri kreatif membutuhkan tenaga terampil tingkat menengah dan tinggi yang selama ini menjadi kekuatan utama pendidikan vokasi. Negara-negara maju seperti Jerman, Korea Selatan, dan Jepang telah membuktikan bahwa pendidikan vokasi yang kuat berbanding lurus dengan kekuatan industrinya. Indonesia harus belajar dari pengalaman tersebut dengan menjadikan pendidikan tinggi vokasi juga sebagai arus utama, bukan pilihan kelas dua.


Salah satu pendidikan tinggi vokasi dengan persiapan kemampuan teknis terampil yaitu Politeknik STTT Bandung. Perguruan tinggi negeri di bawah Kementerian Perindustrian dengan fokus keahlian di bidang tekstil dan produk tekstil (TPT). Seperti diketahui, sektor TPT merupakakan salah satu industri manufaktur yang sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal itu bukan hanya karena sumbangan devisa hasil ekspor, namun sektor ini juga dikategorikan sebagai industri padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja sehingga menjadi salah satu sektor penggerak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 


Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, kebutuhan tenaga kerja ahli di bidang tekstil mencapai sekitar 500 orang per tahun. Sedangkan jumlah lulusan dari Politeknik STTT Bandung masih berkisar sekitar 300 alumnus setiap tahunnya, hal itu diartikan bahwa kampus yang sudah berdiri sejak tahun 1922 dengan nama awal Textiel Inrichting Bandoeng (TIB) ini belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan tenaga ahli untuk sektor industri TPT yang masih terus berkembang.


Pendidikan vokasi memegang peranan krusial dalam mempersiapkan sumber daya manusia terampil guna mewujudkan Indonesia Emas 2045. Tanpa peningkatan kapasitas pendidikan tinggi vokasi, baik dari sisi jumlah institusi, daya tampung mahasiswa, maupun jumlah lulusan, khususnya di sektor strategis seperti industri manufaktur, energi, pertanian modern, ekonomi hijau, hingga industri kreatif, Indonesia berisiko akan mengalami kekurangan tenaga kerja kompeten yang dapat menghambat pertumbuhan industri dan perekonomian nasional.


Penulis: Dimas Trio Putra 

- Mahasiswa Teknik Tekstil, Politeknik STTT Bandung

- Kader HMI Komisariat Tekstil

×
Berita Terbaru Update