BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,- Malam Minggu, 28 September 2025, kawasan Dago Elos akan berubah menjadi ruang perlawanan yang berpadu dengan dentum musik, cahaya, dan kata-kata. “Festival September Hitam” digelar mulai pukul 20.00, menghadirkan puluhan seniman lintas disiplin: teater, musik, hingga puisi.
Nama-nama besar seperti Rachman Sabur, Yusef Muldiayana, Irwan Guntari, dedy koral, Tony Broer, Wail Irsyad, Matdon, hingga Ipit S. Dimyati, Riky Oet, sampai Olivia Abela P. “September adalah luka yang tak pernah sembuh, dan seni menjadi cara kami merawat ingatan,” kata salah seorang panitia.
Festival ini bukan sekadar ruang ekspresi, melainkan arena untuk meneguhkan memori kolektif. Dalam setiap puisi, teriakan, dan tubuh yang menari, terselip peringatan: bangsa ini tengah berhadapan dengan gejala pelupaan sejarah, krisis keadilan, dan demokrasi yang kian ringkih.
Kondisi politik yang makin elitis, suara rakyat kecil yang kerap diabaikan, hingga maraknya kekerasan atas nama pembangunan menjadi latar aktual perhelatan ini. Dago Elos sendiri, tempat festival berlangsung, adalah ruang yang menyimpan perlawanan warga terhadap penggusuran.
“Kalau negara sibuk menambal citra, seniman justru menjaga luka agar tidak hilang dari ingatan,” ujar seorang penyair yang akan tampil malam itu.
Selain pertunjukan utama, festival menampilkan musik eksperimental, pembacaan puisi, serta teater jalanan. Asap, cahaya, dan tubuh aktor akan melebur jadi simbol perlawanan terhadap lupa.
Bagi publik, Festival September Hitam diyakini bukan sekadar agenda seni tahunan, melainkan sebuah deklarasi: seni masih menjadi bahasa yang paling jernih untuk menantang penindasan dan ketidakadilan.(red/ril)