Notification

×

Iklan

Iklan

Komisi 1 DPRD Jabar Mediasi Neni Nur Hayati dan Diskominfo Soal Kasus Dugaan Doxing

Senin, 04 Agustus 2025 | 16:50 WIB Last Updated 2025-08-04T12:07:38Z

Caption : Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat  saat rapat terkait doxing dan kebocoran data bersama  Diskominfo Jabar, Disdukcapil Jabar, KPID Jabar hingga KI Jabar. Termasuk Aktivis demokrasi  Neni Nur Hayati (via zoom) di ruang Bamus  Senin (4/8/2025)


KOTA BANDUNG.LENTERAJABAR.COM
,- Persoalan yang mendapat sorotan masyarakat kepada aktivis demokrasi, Neni Nur Hayati yang selama ini telah mendapatkan perlakuan bullying yang masif pasca akun resmi Diskominfo Jawa Barat membuat postingan yang dianggap Doxing (menampilkan foto pribadi Neni) tanpa persetujuan.


Menyikapi kondisi tersebut Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat mengumpulkan berbagai pihak terkait kasus tersebut bertempat di ruang Bamus  Senin (4/8/2025) yakni, Diskominfo Jabar, Disdukcapil Jabar, KPID Jabar hingga KI Jabar. Termasuk Aktivis demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati yang menjadi korban dan tim pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi (LBH) PP Muhammadiyah yang hadir via zoom.


Ketua Komisi I DPRD Jabar Rahmat Hidayat Djati menuturkan, kasus yang menimpa Neni itu patut jadi perhatian. Menurutnya ia bukan korban satu-satunya tapi juga banyak pihak, termasuk para anggota DPRD Jabar.


Lebih lanjut dikatakan politisi dari PKB ini  Komisi I DPRD Jabar dibuat resah dengan berbagai kasus menyangkut dunia digital yang mencuat di Jabar akhir-akhir ini, mulai dari soal dugaan doxing hingga dugaan pembobolan data pribadi 4,6 juta warga Jabar.


Apa yang dialami oleh aktivis demokrasi Neni Nur Hayati adalah sebuah alarm yang tidak bisa dihentikan dan membahayakan iklim demokrasi. Untuk itu, apa yang dialami Neni menjadi kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap kebebasan berekspresi.


Sejumlah anggota dewan Jabar kerap menjadi sasaran bullying dengan mendapat tuduhan tidak substansial melalui direct message (DM) maupun kolom komentar, namun lembaga legislatif ini tidak langsung mengambil langkah hukum.


Akan tetapi, bila aksi bullying di media sosial menimpa masyarakat biasa dan dipicu oleh postingan akun resmi pemerintah Jawa Barat adalah sinyal yang tidak baik bagi alam demokrasi di era digital.



“Selama ini, DPRD tidak melakukan somasi atau pengaduan karena kami bagian dari pemerintah daerah. Namun, ketika Diskominfo (telah dianggap) melakukan doxing yang berdampak pada Neni, ini sudah menjadi alarm tanda bahaya,” tegas Rahmat.


Anggota Komisi I DPRD Jabar Rafael Situmorang menambahkan, secara garis besar, fenomena itu bisa dimaknai sebagai ancaman demokrasi Jabar.


“Jadi siapapun yang kritik kebijakan akan dikuliti. Maksud saya, kami minta Diskominfo itu bisa ciptakan ruang literasi yang sehat di dunia digital, ” tegas politisi dari partai berlambang banteng moncong putih ini.


Jangan sampai Diskominfo berperan sebaliknya. “Jangan sampai ada Jabar saber hoax malah sebar hoax. Ini pembelajaran bagi Diskominfo, gak usah gengsi minta maaf, ” katanya.


Anggota Komisi I Edi Sukardi turut menambahkan, bahwa cara diskominfo dalam meredam atau menanggapi beberapa kasus yang bergulir juga kurang meyakinkan.


“Termasuk itu soal kasus kebocoran data. Konyol itu, apa susahnya minta maaf,”tegas politisi partai golkar dari Daerah Pemilihan (Dapil)  Jabar  XII meliputi Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Majalengka. 


Sementara itu ditemui seusai pertemuan, Kepala Diskominfo Jawa Barat, Adi Komar mengaku menghargai setiap langkah yang akan dilakukan Neni Nur Hayati termasuk jika nantinya proses hukum akan ditempuh.


Ketika disinggung menyoal permohonan maaf, Adi Komar enggan bersuara membahas hal tersebut. “Ya, dari awal dan pernyataan saya di awal bahwa kami menghormati ya, kami menghormati tentunya dan kami juga sangat terbuka ya atas saran kritik gitu ya. Kami sangat terbuka dan itu sudah disampaikan dalam surat kami,”pungkasnya.(rie/red)

×
Berita Terbaru Update