Caption ; Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H. (foto Istimewa)
KOTA BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,- Teras Cihampelas, yang merupakan pedestrian layang, yang dipakai pedagang kaki lima ( PKL) menjadi sorotan berbagai pihak,karena ada usulan dari gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bagunan tersebut untuk di bongkar.
Pro kontra terkait pembongkaran Teras Cihampelas sebagaimana anjuran Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dan sambutan hangat Wali Kota Bandung M Farhan terus bergulir. Ada yang menyayangkan kalau Teras Cihampelas ini sudah menjadi ikon Kota Bandung dan menjadi aset yang harus dipertahankan.
Namun di sisi lain Teras Cihampelas yang dibangun dengan anggaran puluhan miliar itu dinilai tidak berfungsi masimal. Padahal konsep awalnya dibangun untuk sebagai tempat relokasi pedagang kaki lima (PKL) dan untuk mengurai kemacetan sekaligus sebagai wahana wisata belanja dengan menerapkan konsep Transit Oriented Development (TOD). Menggabungkan area komersil, ruang publik dan pariwisata menjadi satu kawasan.dan menambah daya tarik wisata di Kota Bandung. Namun, setelah tujuh tahun berdiri, kondisi Teras Cihampelas justru memprihatinkan.
Terkait hal tersebut Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H. politisi partai golkar ini menilai kondisi ruang publik yang dibangun dengan anggaran puluhan miliar rupiah itu kini jauh dari tujuan awalnya dan perlu penanganan serius, tutur Radea, di Bandung Senin (7/7/2025)..
Anggota DPRD Dapil 1 yang meliputi daerah Cihampelas,mengungkapkan sekarang terlihat sepi, banyak kios tutup, fasilitas rusak, dan kebocoran di beberapa titik memicu genangan air yang disebut warga ‘hujan abadi’. Ini membuktikan pengelolaan dan pemeliharaannya kurang,tegas Radea,
Menurutnya, alasan pandemi COVID-19 yang sering diungkapkan pemerintah kota tak bisa menjadi satu-satunya faktor pembenar. “Harus ada evaluasi menyeluruh, mulai dari perencanaan, lokasi, ketersediaan parkir, sampai pola pengelolaan.”
Lebih lanjut dikataka Radea, masyarakat di daerah sekitar Cihampelas, banyak yang mengeluhkan kondisi Teras Cihampelas. Aspirasi mereka pun terbelah. “Sebagian besar mendesak pemerintah kota benar-benar merevitalisasi dan menata kembali. Tapi ada juga yang setuju dengan saran Gubernur Jawa Barat agar Teras Cihampelas dibongkar saja,” katanya.
Dari sisi hukum, Radea menegaskan pembongkaran aset milik daerah tak bisa dilakukan sembarangan. Berdasarkan Permendagri Nomor 7 Tahun 2024, setiap barang milik daerah yang sudah tak dapat dimanfaatkan wajib melalui mekanisme pemusnahan dan penghapusan aset. “Prosedurnya jelas. Kalau memang sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi, ya dihancurkan sesuai ketentuan. Tapi tentu saja keputusan ini harus didasari kajian yang matang,” tegasnya.
Untuk itu Radea menekankan pentingnya kolaborasi lintas pihak agar masa depan Teras Cihampelas tak hanya menjadi beban anggaran daerah. “Harus ada solusi yang tepat, realistis, dan bermanfaat bagi warga. Kita tidak ingin aset publik mangkrak tanpa kejelasan,” pungkas politisi partai berlambang pohon beringin ini.**