Caption : Ketua SMSI Provinsi Jawa Barat H.Hardiyansyah, SH
BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,-- Serikat
Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat hari ini mengirim surat kepada Presiden
RI Joko Widodo. Isinya meminta agar
Keputusan Presiden (KEPPRES) tentang pengangkatan Anggota Dewan Pers Periode
2022 – 2025 ditangguhkan.
Surat itu juga ditembuskan ke Ketua Dewan Pers, Menteri Sekretaris Negara,
Menteri Kominfo Republik Indonesia, Ketua DPR-RI, Ketua Komisi I DPR-RI,
Konstituen Dewan Pers dan Para Tokoh Pers Indonesia.
SMSI menilai,
keberadaan anggota Dewan Pers yang dipilih tidak mencerminkan keterwakilan dari
tiap-tiap organisasi konstituen. Sehingga dikhawatirkan berdampak pada
hilangnya kesetaraan, kesamaan hak dan keadilan bagi SMSI. Padahal, SMSI merupakan salah satu konstituen Dewan
Pers dan memiliki anggota sebanyak 1.716 perusahaan media siber yang tersebar
di 34 provinsi dan namun tidak ada
satupun wakilnya yang duduk di Dewan
Pers.
Dalam surat yang ditandatangani oleh ketua Umum SMSI Firdaus dan Wakil Sekjen Yono Haryono itu menyebut, bahwa Dewan Pers menetapkan aturan tentang batas minimal jumlah anggota organisasi perusahaan pers menggunakan standar ganda yang diskriminatif.
“ Sejak awal
peraturan tersebut telah memberi ruang
seluas-luasnya untuk terjadi monopoli kebijakan oleh media kelompok tertentu,”kata
Ketua SMSI Provinsi Jawa Barat
H.Hardiyansyah, SH dalam keterangan pers Kamis (3/2) malam.
Ia mencontohkan,
ada organisasi tertentu
yang diberi hak istimewa (privilese) untuk menjadi konstituen Dewan Pers,
dengan hanya cukup 8 perusahaan tanpa harus ada perwakilan kepengurusan di
berbagai provinsi.
Tetapi dinyatakan
telah memenuhi standar organsiasi Perusahaan Pers dan kemudian dengan syarat
tersebut mereka dapat membentuk organisasi lebih dari satu organisasi.
Sementara organisasi perusahaan lain wajib memenuhi syarat ada ratusan anggota,
dengan kepengurusan minimal ada di 15 Provinsi.
Selain itu,
lanjutnya, tentang statuta Dewan Pers yang menetapkan setiap organisasi yang
telah memenuhi standar (Konstituen) mendapat seorang perwakilan di Badan
Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) Dewan Pers.
Dari kedua
peraturan ini kemudian dapat mengusulkan
anggotanya untuk menjadi anggota di Badan Pekerja Pemilihan Anggota
(BPPA) Dewan Pers lebih dari satu dan kemudian dapat menempatkan anggotanya
juga lebih dari satu.
Dengan
demkian,kata dia, BPPA dapat memilih dan
menetapkan anggota Dewan Pers berjumlah hanya 9 orang.
“ Sehingga
anggota BPPA yang terdiri dari utusan organisasi konstituen Dewan Pers hasil
peraturan yang diskriminatif tersebut, dapat leluasa menetapkan Anggota Dewan
Pers yang dikehendaki,” bebernya.
Sementara, SMSI dengan anggota lebih dari 1. 716perusahaan tidak ada satu orang wakilpun yang duduk menjadi anggota Dewan Pers, “ Ini bentuk dari hasil peraturan yang diskriminastif dan secara material dan immaterial merugikan Pengurus, anggota dan organisasi SMSI,”ujarnya.
Hardiyansyah
berpendapat, anggota dewan pers periode
2022-2025 yang dihasilkan dari peraturan yang diskriminatif, tidak akan memenuhi rasa keadilan.
“ Prosesnya
berpotensi terjadi pelanggaran hak azazi dan pembatasan hak masyarakat pers
dalam berserikat yang bermuara pada terbelenggunya kemerdekaan pers yang
berlawanan dengan semangat reformasi dan UUD serta UU No. 40 tahun 1999 Tentang
Pers,” katanya.
“Sehingga perlu
adanya peninjauan Peraturan Dewan Pers tentang standar organisasi yang
berstandar ganda (Diskriminatif) agar
sesuai dengan semangat Reformasi, sehingga dapat memenuhi keterwakilan para
konstituen,” Imbuhnya.
Mengingat
Berbagai pertimbangan tersebut dan berbagai dinamika yang terus berkembang di
seputar Dewan Pers dan masyarakat pers, “ Untuk memenuhi rasa keadilan kami
mohonkan kepada Bapak Joko Widodo Presiden Republik Indonesia untuk menunda
menerbitkan Keputusan Presiden (KEPPRES) Anggota Dewan Pers periode 2022 – 2025,”
tutupnya. ***