Notification

×

Iklan

Iklan

Kisah Optimistis Perempuan Bangkit dari Pandemi

Rabu, 28 April 2021 | 08:52 WIB Last Updated 2021-04-28T01:52:18Z

Caption : Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga

JAKARTA.LENTERAJABAR.COM
,--Covid-19 meninggalkan kisah dan trauma tersendiri yang nyatanya lebih dalam bagi kaum perempuan. Pandemi dalam setahun terakhir memperdalam ketimpangan yang sudah terjadi sebelumnya.

Berbagai survei dan data menunjukkan bahwa perempuan terdampak jauh lebih buruk dibandingkan laki-laki. Faktanya memang perempuan terbukti lebih banyak memikul beban ganda berupa meningkatnya pekerjaan perawatan tidak berbayar (unpaid care work) yang membuat mereka harus mengurangi waktu pekerjaan berbayar, bahkan keluar dari pekerjaan.

Perempuan bahkan berisiko tinggi mengalami kekerasan berbasis gender, terutama dalam rumah tangga, dalam dunia digital, dan juga dimanapun ia berada. Anak-anak perempuan juga semakin rentan untuk dinikahkan sebelum mencapai usia dewasa karena himpitan ekonomi. Ini hanyalah sebagian kecil gambaran dari dampak buruk yang terjadi di lapangan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan meskipun di tengah berbagai kesulitan tersebut, nyatanya peran perempuan tetap penting dalam pemulihan Covid-19. “PBB misalnya mengatakan bahwa perempuan merupakan tulang punggung dari proses pemulihan di dalam komunitas,” katanya.

Sementara Mastercard (2020) dalam laporannya juga menyatakan bahwa partisipasi dan kesetaraan bagi perempuan di dunia usaha sangat penting dalam pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi Covid-19.

Menurut Menteri Bintang, pemikiran turun temurun bahwa perempuan lebih rendah posisinya dibandingkan dengan laki-laki menjadi akar masalah dari ketimpangan gender yang masih terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

“Kita, pemangku kepentingan yang menjadi advokat utama bagi isu-isu perempuan dan anak baik di tingkat pusat dan daerah, benar-benar harus menginternalisasi bahwa perempuan merupakan kekuatan yang harus kita dukung secara holistik melalui kebijakan dan program yang inklusif. Kita tidak hanya harus memberikan ruang bagi perempuan untuk memaksimalkan potensinya, tetapi juga mengikis berbagai pemikiran masyarakat yang masih menghambat perempuan,” katanya.

Untuk mengikis pemikiran masyarakat yang telah kuat mengakar, dibutuhkan upaya-upaya holistik dari berbagai sisi, termasuk agama. Apalagi, agama merupakan fondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bermasyarakat.

“Saya sangat percaya bahwa semua agama, tanpa terkecuali, memandang seluruh ciptaan-Nya sebagai mahkluk yang sama baiknya di mata Sang Pencipta, yang tidak patut diperlakukan secara diskriminatif,” katanya,

Oleh karena itu, untuk memperoleh pemahaman yang lebih lengkap tentang bagaimana agama memuliakan perempuan, Prof. DR. KH. Nazaruddin Umar, MA, Imam Besar Masjid Istiqlal, menekankan ada begitu banyak nilai kesetaraan gender dalam perspektif agama Islam.

Di sisi lain penting pula mengikis stigma negatif yang selama ini berkembang di masyarakat, bahwa kesetaraan gender tidak sejalan dengan ajaran agama, termasuk agama Islam.

Masyarakat diharapkan membuka pikiran terhadap nilai-nilai kesetaraan gender demi Indonesia yang adil, makmur, sentosa.

 Perspektif Agama


Konstitusi Negara Republik Indonesia pun sejatinya telah menegaskan bahwa seluruh warga negara bersamaan kedudukan di depan hukum. Demikian pula, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak serta berkewajiban untuk membela negara. Komitmen tersebut tertuang baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh karenanya, tidak ada satu pihak pun yang boleh mendiskriminasi, baik melalui kebijakan maupun tindakan, atas dasar suku, ras, agama, dan juga jenis kelamin. Sayangnya, berbagai tantangan masih ditemui dalam implementasinya. Untuk mengikis pemikiran masyarakat yang telah kuat mengakar, dibutuhkan upaya-upaya holistik dari berbagai sisi, termasuk agama karena agama merupakan fondasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bermasyarakat.

Peran perempuan baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan peran yang sangat agung yang tidak sepantasnya kaum wanita disepelekan. Keberadaan Kemen PPPA maupun Dinas PPPA di daerah sangat diperlukan untuk meneruskan dalam memperjuangan perempuan baik di tingkat pusat maupun di daerah masing-masing. Partisipasi yang setara dan penuh dari perempuan maupun laki-laki.

Dalam Islam misalnya juga telah menempatkan perempuan pada posisi yang sangat terhormat dan mulia sesuai dengan kodrat dan tabiatnya, tidak berbeda dengan kaum laki-laki dalam masalah kemanusiaan dan hak-haknya. Oleh karena itu, merupakan suatu anggapan yang tidak benar dan sangat keliru jika ada yang menilai bahwa ajaran Islam bersikap diskriminatif terhadap kaum perempuan.

Di Indonesia tercatat perempuan berjumlah 49,42 persen atau hampir separuh dari total penduduk Indonesia. Artinya, perempuan merupakan setengah dari potensi SDM bangsa, yang jika dapat diberdayakan secara optimal akan turut serta menjadi motor kekuatan bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

McKinsey Global Institute Analysis (2018) misalnya menyimpulkan bahwa Indonesia dapat meningkatkan PDB sebesar 135 miliar dolar AS per tahun di tahun 2025 dengan syarat partisipasi ekonomi perempuan dapat ditingkatkan pula.

Hasil diskusi World Economic Forum (2020) juga menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan adalah kunci dari kenaikan pendapatan suatu bangsa, yang akan menentukan kemajuan negara.

Sementara itu, Bank Dunia menyatakan bahwa tidak ada satu negara, komunitas ataupun ekonomi pun yang mampu mencapai potensi maksimalnya dan melampaui tantangan pada abad ke-21 ini tanpa partisipasi yang setara dan penuh dari perempuan dan laki-laki.(Red/Ril)

×
Berita Terbaru Update