Notification

×

Iklan

Iklan

Perlu Waktu Dua Tahun Untuk Menetapkan 9 Desember Sebagai Hari Anti Korupsi Dunia

Rabu, 09 Desember 2020 | 14:07 WIB Last Updated 2020-12-09T07:07:58Z

 


 

JAKARTA.LENTERAJABAR.COM,–Hari ini 9 Desember diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Komisi Pemberantasan Korupsi mengusung tema: ‘Membangun Kesadaran Seluruh Elemen Bangsa dalam Budaya Antikorupsi’.

Majelis Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menganggap perlu adanya hukum internasional yang membahas tentang korupsi. Tujuannya untuk menjembatani sistem hukum yang berbeda serta sebagai upaya pemberantasan korupsi yang efektif di setiap negara.

Kemudian, PBB melalui konvensi 55/61 pada 6 Desember 2000, memutuskan untuk membentuk sebuah komite yang bertugas merundingkan draft perjanjian. Butuh waktu dua tahun bagi komite ini untuk merampungkannya.

Dua tahun setelahnya, komite ini pun menyerahkan draft kepada PBB untuk disetujui dan ditandatangani. Hingga akhirnya tercapailah kesepakatan tentang hari antikorupsi sedunia pada 9 Desember 2003.

Sebelumnya, PBB mendesak semua negara dan organisasi integrasi ekonomi regional yang kompeten untuk menandatangani dan meratifikasi konvensi PBB melawan korupsi. Hal ini dilakukan untuk memastikan hari antikorupsi sedunia diberlakukan secepatnya.

Ketetapan yang telah dibentuk PBB ini diharapkan dapat mendorong lahirnya UU di setiap negara untuk mengurangi praktik korupsi dan memberantasnya sampai tuntas. Sejarah hari antikorupsi ini bisa menjadi pengingat betapa kerasnya perlawanan dunia terhadap korupsi.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, tema yang diusung pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia tahun 2020 ini, yaitu: ‘Membangun Kesadaran Seluruh Elemen Bangsa dalam Budaya Antikorupsi’ merupakan alarm KPK untuk membangunkan tidur panjang yang selama ini dibuai mimpi indah, namun semu oleh laten korupsi.

“Tidur panjang dalam buaian laten korupsi, lambat laun akan meracuni hingga menghancurkan suatu bangsa, karena korupsi senantiasa tampil menarik dengan ragam warna kebohongan nan menggoda, menyelimuti kebenaran yang sejatinya hanya memiliki satu warna dengan kenikmatan dangkal dan sesaat, sehingga duka teramat dalam akibat korupsi, tak lagi tampak di depan mata,” kata Firli, dalam keterangan tertulis yang diterima media, Rabu (9/12/2020).

Firli mengatakan butuh kesadaran penuh dan tekad kuat agar korupsi tidak lagi menjadi laten di negeri ini. Tak hanya itu, seluruh masyarakat juga perlu kerelaan yang luar biasa untuk menghilangkan budaya korupsi dalam kehidupan sehari-hari, umumnya pada setiap tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

“Sudah waktunya kita melihat dan melawan korupsi sebagai musuh bersama, bukan lagi budaya apalagi sesuatu hal yang biasa dilakukan di negara ini. Kita tidak boleh lagi bersikap permisif atas gejala dan fakta korupsi yang terjadi,” ujar Firli.

Hari Antikorupsi Sedunia 2020 ini bertepatan dengan pelaksanaan Pilkada 2020 di 270 daerah. Menurut Firli, Pilkada serentak ini harus menjadi perhatian seluruh anak bangsa untuk mencegah terjadinya jual-beli suara dan suap-menyuap.

“Karena dari sinilah akan tumbuh suburnya korupsi. Mari cegah sedini mungkin perilaku koruptif di Pilkada 2020,” katanya.

Lebih jauh, Firli mengulas apa yang telah dilakukan KPK sebelum sampai ke tahapan pencoblosan hari ini. Menurutnya, KPK telah memberikan ‘warning’ dalam setiap sosialisasi kepada penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU, Bawaslu, partai politik, dan para calon kepada daerah.

“Dengan mengusung program ‘mewujudkan pilkada yang berintegritas, pilih yang jujur, yang jujur yang dipilih’, KPK tak henti-hentinya mengajak agar mereka selalu mengikuti kaidah-kaidah pemberantasan korupsi dalam Pilkada Serentak 2020,” katanya.

“Salah satu kaidah yang tidak boleh dilanggar adalah menerima atau memberi suap, di mana penyelenggara pemilu dan penyelenggara negara di pusat maupun daerah sangat rentan terlibat dalam pusaran suap menyuap,” sambungnya.

Firli membeberkan data empiris KPK yang menunjukkan bahwa tindak pidana yang ditangani KPK terbanyak adalah perkara suap menyuap. Di mana korupsi sering terjadi dan mewarnai perhelatan pilkada.

“Dari data tahun 2018 (sewaktu saya sebagai bertugas sebagai deputi penindakan KPK), KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebanyak 30 kali dengan 122 tersangka dan 22 kepala daerah, terkait tindak pidana korupsi berupa suap menyuap. Kurang dari setahun menakhodai KPK, kami juga telah melakukan sedikitnya 8 kali OTT kasus tindak pidana korupsi praktik suap menyuap, yang melibatkan beberapa penyelenggara negara di pusat maupun daerah,” jelasnya.***

×
Berita Terbaru Update