Notification

×

Iklan

Iklan

Hentikan “Kawin Culik’’ yang Melanggar Hak Perempuan dan Anak

Rabu, 24 Juni 2020 | 19:46 WIB Last Updated 2020-06-24T12:46:45Z
Perwakinan anak di bawah umur (foto net)
JAKARTA.LENTERAJABAR.COM,–Praktik “kawin culik” di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur menjadi budaya yang masih ada hingga saat ini. Terkini, kasus kawin culik/kawin tangkap kembali terjadi di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, pada awal Juni 2020 yang beredar melalui video dan viral.Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyayangkan praktik kawin culik/kawin tangkap yang mengandung unsur kekerasan dan eksploitasi masih terjadi.
“Ini persoalan serius, yang terkini ada 2 (dua) kasus kawin culik/kawin tangkap yang muncul lagi, jadi ini (kawin culik/kawin tangkap) tidak hilang. Persoalan ini mengandung unsur kekerasan, tindakan kriminal dan menjadi isu internasional terutama jika terjadi pada anak. Jadi tahapan berikutnya, Kemen PPPA ingin memastikan untuk hentikan kawin culik/kawin tangkap yang tidak sesuai adat dan merugikan perempuan dan anak,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar.di Jakarta Rabu Jakarta (24/6/2020)
Nahar menjelaskan upaya perlindungan korban yang harus diutamakan. Sebab, dalam praktiknya kawin culik/kawin tangkap berpotensi melanggar hak perempuan dan anak. Adat kawin tangkap dalam budaya Sumba menurut pemangku adat, agama dan pemerintah menempatkan penghormatan atau penghargaan terhadap perempuan. Namun dalam praktiknya kawin culik/kawin tangkap berpotensi menimbulkan kekerasan yang berlapis pada korban, bentuk perkawinan tanpa peminangan, dan menimbulkan dampak traumatis korban. Sementara dalam konstruksi hukum, kawin culik/kawin tangkap merupakan tindak pidana.
“Kalau korbannya usia anak berarti masuk dalam praktik perkawinan usia anak, sedangkan dari segi kesehatan alat reproduksi anak tentu belum siap dan lain sebagainya. Sedangkan dari sisi perempuan, kalau dia tidak ingin melakukan perkawinan tersebut berarti ada unsur eksploitasi. Kita lihat dari sisi seperti itu, merujuk pada unsur-unsur perlindungannya,” jelas Nahar.
Guna memastikan kasus kawin culik/kawin tangkap tak berulang kembali, Kemen PPPA mendorong seluruh Bupati di Kepulauan Sumba untuk melakukan ‘Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Praktik Adat Kawin Tangkap’. Gerakan ini dilakukan melalui kesepakatan bersama 4 kepala daerah yakni Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya dan deklarasi yang diharapkan mendapat dukungan dari tokoh adat, tokoh agama, dan lembaga masyarakat yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar.
“Kemen PPPA membuat satu gerakan bersama ini artinya kita mencegah sebagai upaya perlindungan. Jadi lebih kepada masalah hak perlindungannya itu yang kita kuatkan. Mencegah jangan sampai ada hak yang dilanggar baik hak pada perempuan maupun anak. Kita lihat dari unsur-unsur perlindungannya,” tambah Nahar.
Sejak Desember 2019, Kemen PPPA telah merespon kasus kawin culik/kawin tangkap dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah serta melakukan pertemuan bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi NTT, OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dari 4 kabupaten di Pulau Sumba pada 19 Desember 2019. Pada Januari 2020, Kemen PPPA menyampaikan surat kepada Gubernur NTT untuk melakukan Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Praktik Adat Kawin Tangkap. Kemudian ditindaklanjuti oleh Dinas PPPA Provinsi NTT dengan menyurati seluruh kab/kota di Pulau Sumba terkait hal tersebut. Maret 2020, gerakan bersama yang telah dijadwalkan harus tertunda karena adanya pandemi Covid-19.
“Pada maret 2020, awalnya kami akan meninjau langsung bersama Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, tapi karena pandemi Covid-19 jadi tertunda. Namun upaya ini tidak boleh berhenti, dalam waktu dekat akan dilakukan sebagai bentuk keseriusan Kemen PPPA untuk menangani kasus ini. Tidak hanya sekedar gerakan namun akan diikuti dengan tindak lanjutnya. Kemen PPPA bersama seluruh stakeholder akan menyusun rencana aksi bersama, mulai dari tingkat nasional, provinsi dan masing-masing kabupaten tentang hal yang harus dilakukan untuk mencegah praktik salah dari kawin culik/kawin tangkap,” tambah Nahar.(Red/Ril)
×
Berita Terbaru Update