Notification

×

Iklan

Iklan

AJI Buat Kode Etik Perilaku Jurnalis Indonesia

Selasa, 14 November 2017 | 16:29 WIB Last Updated 2017-11-14T09:29:10Z

SOLO,LENTERAJABAR.COM-Aliansi Jurnalis Independen (AJI) akan membuat "Kode Etik Perilaku" bagi jurnalis Indonesia dalam menjalankan tugas, yang dalam dinamika perkembangan dunia jurnalisme saat ini belum tercakup dalam "Kode Etik Jurnalistik". Substansi materi "Kode Etik Perilaku" jurnalis tersebut, akan dirumuskan dalam Konferensi AJI dan diharapkan dapat disahkan dalam Kongres X AJI di Kota Solo, pada 24-25 November 2017.

Ketua Umum AJI Indonesia, Suwarjono, mengungkapkan hal itu kepada wartawan, di Solo, Selasa (14/11/2017). Dia menjelaskan tentang agenda Kongres X AJI yang akan didahului dengan pra-event Festival Media di kampus UNS dan UMS, mulai Selasa (21/11/2017).

"Banyak hal yang belum diatur di Kode Etik Jurnalistik akan diatur dalam Kode Etik Perilaku. Aturan tentang penggunaan fasilitas jurnalistik, aturan tentang pemberian imbalan yang dulu amplop sekarang berupa fasilitas dan lain-lain, akan masuk dalam aturan Kode Etik Perilaku," katanya.

Selain menjelaskan agenda Kongres X AJI dan Festival Media 2017, Suwarjono juga mengungkapkan, jumlah kekerasan terhadap jurnalis akhir-akhir terus meningkat. Ia menyebutkan, pada tahun 2016 tercatat sebanyak 45 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan pada 2017 sampai bulan Oktober jumlahnya naik menjadi 78 kasus.

"Jumlah kasus itu yang paling tinggi dalam 10 tahun terakhir. Di antara 78 kasus tersebut, hanya satu kasus yang diproses secara hukum, yakni kasus kekerasan terhadap jurnalis di Medan dengan tersangka anggota TNI-AU," jelasnya.

Ketua Umum AJI itu berpendapat, terus terulangnya tindak kekerasan terhadap wartawan dan jumlahnya cenderung meningkat, di antaranya disebabkan tersangka pelakunya tidak diproses hukum dan dikenakan sanksi tegas. Dia khawatir, jika tidak ada perbaikan dalam penanganan tindak kekerasan terharap jurnalis, kasus-kasus yang sama akan sering terjadi.

Suwarjono menyayangkan cara-cara penyelesaian kasus tindak kekerasan terhadap wartawan berhenti pada permintaan maaf dari pimpinan tersangka pelaku kepada pimpinan media. Cara penyelesaian tersebut dianggap tidak akan dapat memberi perlindungan terhadap jurnalis yang bertugas di lapangan dan berbeda dengan pemberian sanksi pidana atas terjadinya tindakan kekerasan.

"Seharusnya media dan jurnalis bersikap tegas terhadap tindak kekerasan dan menuntaskan penyelesaiannya secara hukum. Dengan begitu kasus serupa tidak akan terulang dimasa depan," katanya.

Masalah tindak kekerasan terhadap jurnalis tersebut, menurut Suwarjono, termasuk salah satu agenda yang akan dibahas dari dicarikan solusinya dalam konferensi AJI 2017. Sedangkan dalam rangkaian Festival Media 2017, AJI akan menggelar workshop di antaranya dengan mendatangkan pakar media asal Perancis, Sabine Tores.(Red)
×
Berita Terbaru Update