BANDUNG,LENTERAJABAR.COM - Berbicara itu mudah, tapi mempertanggungjawabkan pembicaraan tidak mudah. Orang yang mengenal Allah pasti tidak mudah untuk berbicara, karena dia mengetahui setiap pembicaraan itu didengar oleh Allah dan ada pertanggungjawabannya. Orang-orang yang belum yakin kepada Allah, mudah saja untuk berbicara. Apa yang dia pikir ingin dia katakan, akan dia katakan. Walaupun dia berkata tentang Allah, tentang makrifatullah tapi mudah terbaca.
Jelas sekali bahwa keyakinan seseorang akan bisa terukur dari apa yang diucapkan. Teko hanya mengeluarkan isi teko. Jika di dalamnya ada kopi, maka akan keluar kopi. Jika di dalamnya air bening akan keluar air bening. Orang yang khusyuk dalam salatnya itu bisa dilihat dan didengar dari ucapannya.
Ada orang yang berceramah tentang tauhid dan ada yang berceramah tentang makrifat kepada Allah. Tetapi, tidak semua yang berbicara tentang Allah itu ‘diijinkan’ oleh Allah. Maksudnya, perkataannya ini memiliki kemampuan untuk menggugah hati orang. Allah mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya. Allah mengetahui apa niat seseorang saat berceramah. Apakah niat memamerkan ilmu atau niat ingin diakui orang bahwa dirinya sudah bisa dan sudah tahu.
Ada orang yang berbicara tentang tahajjud seakan-akan dirinya sudah tahajud dengan baik. Padahal Allah mengetahui dia tidak tahajud atau dia tahajjud seadanya saja. Ada orang yang menyebutkan hadis-hadis, Allah mengetahui tujuannya agar dia diakui orang bahwa ilmu hadis yang dimilikinya hebat dan ilmu al-Qurannya hebat.
Jadi, ada orang yang berbicara tentang agama, tentang allah, tentang al-Quran, tentang Sunnah Rasul, tapi hatinya sebetulnya tidak ada di sana. Hatinya itu adalah ingin diakui orang lain, ingin dipuji, ingin dihormati. Ini adalah kebohongan, dan Allah pasti mengetahui. Akibatnya bicaranya menjadi hampa.
Ada empat ciri orang yang perkataannya akan ditolong oleh Allah. Yang pertama adalah orang yang yakin. Ia akan mengatakan sesuatu karena dia yakin. Jika orang itu yakin, maka perkataannya pasti meyakinkan. Orang yang tidak yakin, perkataannya tidak meyakinkan. Contoh, kita berbicara tentang ka’bah, tentang tawaf. Padahal kita belum pernah tawaf. Pasti akan jadi hampa, walaupun benar ada cerita ka’bah. Orang tidak pernah bisa menceritakan sesuatu yang meyakinkan kalau dia tidak yakin. Ada orang yang berbicara bahwa kita harus bertakwa kepada Allah, kita harus benar-benar patuh kepada Allah, tapi hatinya gamang. Karena dia sendiri tidak yakin kepada Allah.
Kedua, seseorang akan diberi pertolongan oleh Allah jika orang itu sudah mengamalkan apa yang dia katakan. Jadi Allah mengetahui apakah yang dikatakannya itu sudah diamalkan atau belum. Apabila dia sudah mengamalkannya, Allah akan memberi kekuatan kepada kata-katanya. Tapi jika dia menceritakan yang belum dia amalkan, dia tidak akan diberi kekuatan. Oleh karena itu, lebih sibuk mengamalkan ilmu itu lebih baik daripada menceritakan ilmu. Kita bisa menceritakan ilmu kita kepada orang, jika Allah sudah memberikan waktunya.
Ketiga, orang itu akan diberi kekuatan kalau ia ikhlas. Allah mengetahui isi hatinya, untuk apa dan apa tujuannya ia berbicara. Apabila tidak ada harapan apa pun dari pembicaraannya selain ingin Allah ridha kepada dirinya, Allah mengetahui. Berbicara itu gampang, tapi niatnya yang tidak gampang.
Keempat adalah orang yang bersih hatinya. Bersih secara keseluruhan, tidak ada kesombongan dan tidak merasa lebih dari orang lain. Allah akan memberi kekuatan baik pada saat ia bicara maupun saat ia diam. Kita tidak harus banyak bicara, banyak bahayanya. Berbicaralah kalau memang perlu dan bermanfaat. Jika tidak perlu dan bermanfaat, maka tinggalkan saja. Kita tidak harus memamerkan apa yang kita tahu kalau tidak diperlukan. Tidak gampang untuk belajar merahasiakan. Tapi kalau harus berbicara, berbicaralah dengan lurus.
source: Oleh : Abdullah Gymnastiar
Jelas sekali bahwa keyakinan seseorang akan bisa terukur dari apa yang diucapkan. Teko hanya mengeluarkan isi teko. Jika di dalamnya ada kopi, maka akan keluar kopi. Jika di dalamnya air bening akan keluar air bening. Orang yang khusyuk dalam salatnya itu bisa dilihat dan didengar dari ucapannya.
Ada orang yang berceramah tentang tauhid dan ada yang berceramah tentang makrifat kepada Allah. Tetapi, tidak semua yang berbicara tentang Allah itu ‘diijinkan’ oleh Allah. Maksudnya, perkataannya ini memiliki kemampuan untuk menggugah hati orang. Allah mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya. Allah mengetahui apa niat seseorang saat berceramah. Apakah niat memamerkan ilmu atau niat ingin diakui orang bahwa dirinya sudah bisa dan sudah tahu.
Ada orang yang berbicara tentang tahajjud seakan-akan dirinya sudah tahajud dengan baik. Padahal Allah mengetahui dia tidak tahajud atau dia tahajjud seadanya saja. Ada orang yang menyebutkan hadis-hadis, Allah mengetahui tujuannya agar dia diakui orang bahwa ilmu hadis yang dimilikinya hebat dan ilmu al-Qurannya hebat.
Jadi, ada orang yang berbicara tentang agama, tentang allah, tentang al-Quran, tentang Sunnah Rasul, tapi hatinya sebetulnya tidak ada di sana. Hatinya itu adalah ingin diakui orang lain, ingin dipuji, ingin dihormati. Ini adalah kebohongan, dan Allah pasti mengetahui. Akibatnya bicaranya menjadi hampa.
Ada empat ciri orang yang perkataannya akan ditolong oleh Allah. Yang pertama adalah orang yang yakin. Ia akan mengatakan sesuatu karena dia yakin. Jika orang itu yakin, maka perkataannya pasti meyakinkan. Orang yang tidak yakin, perkataannya tidak meyakinkan. Contoh, kita berbicara tentang ka’bah, tentang tawaf. Padahal kita belum pernah tawaf. Pasti akan jadi hampa, walaupun benar ada cerita ka’bah. Orang tidak pernah bisa menceritakan sesuatu yang meyakinkan kalau dia tidak yakin. Ada orang yang berbicara bahwa kita harus bertakwa kepada Allah, kita harus benar-benar patuh kepada Allah, tapi hatinya gamang. Karena dia sendiri tidak yakin kepada Allah.
Kedua, seseorang akan diberi pertolongan oleh Allah jika orang itu sudah mengamalkan apa yang dia katakan. Jadi Allah mengetahui apakah yang dikatakannya itu sudah diamalkan atau belum. Apabila dia sudah mengamalkannya, Allah akan memberi kekuatan kepada kata-katanya. Tapi jika dia menceritakan yang belum dia amalkan, dia tidak akan diberi kekuatan. Oleh karena itu, lebih sibuk mengamalkan ilmu itu lebih baik daripada menceritakan ilmu. Kita bisa menceritakan ilmu kita kepada orang, jika Allah sudah memberikan waktunya.
Ketiga, orang itu akan diberi kekuatan kalau ia ikhlas. Allah mengetahui isi hatinya, untuk apa dan apa tujuannya ia berbicara. Apabila tidak ada harapan apa pun dari pembicaraannya selain ingin Allah ridha kepada dirinya, Allah mengetahui. Berbicara itu gampang, tapi niatnya yang tidak gampang.
Keempat adalah orang yang bersih hatinya. Bersih secara keseluruhan, tidak ada kesombongan dan tidak merasa lebih dari orang lain. Allah akan memberi kekuatan baik pada saat ia bicara maupun saat ia diam. Kita tidak harus banyak bicara, banyak bahayanya. Berbicaralah kalau memang perlu dan bermanfaat. Jika tidak perlu dan bermanfaat, maka tinggalkan saja. Kita tidak harus memamerkan apa yang kita tahu kalau tidak diperlukan. Tidak gampang untuk belajar merahasiakan. Tapi kalau harus berbicara, berbicaralah dengan lurus.
source: Oleh : Abdullah Gymnastiar