JAKARTA,LENTERAJABAR.COM - Rencana Pemerintah melakukan rehabilitasi 61.2 ribu ruang kelas, sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato Presiden tentang APBN 2018 Rabu (16/7) lalu di Senayan Jakarta, ditanggapi anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah sebagai terlalu sedikit dan perlu percepatan.
“Kita punya masalah mendasar di bidang sarana prasarana pendidikan karena ada 1.3 juta dari sekitar 1.7 ruang kelas sekolah yang rusak. Itu artinya sekitar 70% ruang kelas butuh perbaikan. Kalau pemerintah hanya menargetkan sekitar 60ribu kelas diperbaiki setahun, butuh lebih dari 20 tahun untuk mengatasi kerusakan 1.3 juta kelas. Ini rencana yang terlalu lama untuk sebuah keperluan mendasar,” katanya.
Ledia mengingatkan pula bahwa dari laporan yang masuk ke Komisi X, dari total 1.3 juta ruang kelas yang rusak itu, sekitar 30% diantaranya adalah ruang kelas yang rusak dalam kategori berat atau harus dilakukan perbaikan menyeluruh dan rusak sedang.
Ruang kelas yang rusak sedang hingga berat tentu berbahaya bagi peserta didik sehingga tidak layak dipakai. Kalau tidak dipakai artinya peserta didik harus belajar di tempat lain yang ini artinya akan mengganggu proses belajar mengajar pula karena tempat alternatif belum tentu selalu tersedia atau tidak lengkap dan tidak nyaman bagi siswa dan guru.
“Katakanlah ada 400ribu ruang kelas rusak berat dan sedang yang harus segera diperbaiki, berarti kalau ditargetkan penyelesaian dalam lima tahun saja butuh sekitar 100rb rehab kelas dalam setahun. Itu belum memperhitungkan yang rusak ringan yang jumlahnya sekitar 900rb kelas, dan belum juga memperhitungkan bahwa dalam lima tahun itu bisa jadi kelas yang rusak ringan sudah jadi rusak sedang atau berat sehingga butuh perawatan khusus,” papar aleg FPKS ini lebih lanjut.
Karena itulah maka Ledia meminta Pemerintah untuk melakukan percepatan program rehab kelas ini baik dengan melipatgandakan jumlah ruang kelas yang akan direhab maupun dengan menguatkan koordinasi lintas kementerian dan lintas wilayah.
“Kita sudah bertahun-tahun menganggarkan 20% dana APBN dialokasikan untuk bidang pendidikan, tersebar pada beberapa Kementerian dan Lembaga, ini artinya dibutuhkan koordinasi yang kuat untuk mengatasi soal rehab kelas ini agar anggaran sebesar itu bisa mengatasi persoalan rehab kelas dengan lebih cepat. Misalnya saja dengan Kementrian Agama yang di dalamnya ada tanggungjawab pengelolaan madrasah.” Kata Ledia mencontohkan.
Selain itu, mengingat era otonomi daerah telagh menjadikan daerah ikut menjadi penanggungjawab pengelolaan bidang pendidikan, kerjasama dengan pemda harus ditingkatkan.
“Pemda juga harus diingatkan, didorong dan diminta untuk menganggarkan program rehab kelas sebagai program yang butuh percepatan. Harapannya maksimal dalam 10 tahun seluruh ruang kelas telah diperbaiki, dan perawatannya dilakukan secara rutin dan teranggarkan.” Pungkasnya.(Red/Rls)
“Kita punya masalah mendasar di bidang sarana prasarana pendidikan karena ada 1.3 juta dari sekitar 1.7 ruang kelas sekolah yang rusak. Itu artinya sekitar 70% ruang kelas butuh perbaikan. Kalau pemerintah hanya menargetkan sekitar 60ribu kelas diperbaiki setahun, butuh lebih dari 20 tahun untuk mengatasi kerusakan 1.3 juta kelas. Ini rencana yang terlalu lama untuk sebuah keperluan mendasar,” katanya.
Ledia mengingatkan pula bahwa dari laporan yang masuk ke Komisi X, dari total 1.3 juta ruang kelas yang rusak itu, sekitar 30% diantaranya adalah ruang kelas yang rusak dalam kategori berat atau harus dilakukan perbaikan menyeluruh dan rusak sedang.
Ruang kelas yang rusak sedang hingga berat tentu berbahaya bagi peserta didik sehingga tidak layak dipakai. Kalau tidak dipakai artinya peserta didik harus belajar di tempat lain yang ini artinya akan mengganggu proses belajar mengajar pula karena tempat alternatif belum tentu selalu tersedia atau tidak lengkap dan tidak nyaman bagi siswa dan guru.
“Katakanlah ada 400ribu ruang kelas rusak berat dan sedang yang harus segera diperbaiki, berarti kalau ditargetkan penyelesaian dalam lima tahun saja butuh sekitar 100rb rehab kelas dalam setahun. Itu belum memperhitungkan yang rusak ringan yang jumlahnya sekitar 900rb kelas, dan belum juga memperhitungkan bahwa dalam lima tahun itu bisa jadi kelas yang rusak ringan sudah jadi rusak sedang atau berat sehingga butuh perawatan khusus,” papar aleg FPKS ini lebih lanjut.
Karena itulah maka Ledia meminta Pemerintah untuk melakukan percepatan program rehab kelas ini baik dengan melipatgandakan jumlah ruang kelas yang akan direhab maupun dengan menguatkan koordinasi lintas kementerian dan lintas wilayah.
“Kita sudah bertahun-tahun menganggarkan 20% dana APBN dialokasikan untuk bidang pendidikan, tersebar pada beberapa Kementerian dan Lembaga, ini artinya dibutuhkan koordinasi yang kuat untuk mengatasi soal rehab kelas ini agar anggaran sebesar itu bisa mengatasi persoalan rehab kelas dengan lebih cepat. Misalnya saja dengan Kementrian Agama yang di dalamnya ada tanggungjawab pengelolaan madrasah.” Kata Ledia mencontohkan.
Selain itu, mengingat era otonomi daerah telagh menjadikan daerah ikut menjadi penanggungjawab pengelolaan bidang pendidikan, kerjasama dengan pemda harus ditingkatkan.
“Pemda juga harus diingatkan, didorong dan diminta untuk menganggarkan program rehab kelas sebagai program yang butuh percepatan. Harapannya maksimal dalam 10 tahun seluruh ruang kelas telah diperbaiki, dan perawatannya dilakukan secara rutin dan teranggarkan.” Pungkasnya.(Red/Rls)