Notification

×

Iklan

Iklan

Arus Moderasi Agama di Balik Isu Terorisme

Selasa, 06 April 2021 | 18:23 WIB Last Updated 2021-04-06T11:23:44Z


                                                                     Oleh: Djumriah Lina Johan
                                                       (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Pasangan suami istri (pasutri) pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar disebut kelahiran 1995 yang artinya masuk kelompok umur milenial. PPP mendorong pemerintah untuk membuat program moderasi beragama untuk kalangan milenial dalam mencegah aksi terorisme.

"Pasca-berlakunya UU Pemberantasan TP Terorisme baru yakni UU No. 5 Tahun 2018, BNPT menjadi leading sector dalam pencegahan terorisme. Kalau BNPT menyimpulkan situasi seperti di atas terkait perekrutan generasi milenial untuk menjadi orang-orang berpaham radikal terorisme, maka artinya Pemerintah perlu memberikan atensi yang lebih besar lagi di sektor pencegahan terorisme," kata Anggota Komisi III DPR RI fraksi PPP, Arsul Sani, kepada wartawan, Senin (29/3/2021). (Detik.com, Selasa, 30/3/2021)

Moderasi agama pada dasarnya bukan isu baru di negeri ini. Pengarusutamaan moderasi beragama sendiri sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Proyek yang berupaya menjembatani berbagai perbedaan konsep yang ada pada masing-masing agama, membuat proyek moderasi agama ini tak urung menuai kritik.

Pasalnya, dengan segala perbedaan yang ada, mulai dari konsep ketuhanan hingga nilai-nilai yang melekat dari ajaran masing-masing agama, ide moderasi ini justru berpotensi besar mengutak-atik ajaran agama yang telah ada.

Sebenarnya jauh sebelum isu moderasi beragama, Islam moderat telah lebih dulu diaruskan pemerintah. Ketakutan akan kebangkitan Islam politik telah mendorong Barat memaksa negeri-negeri muslim untuk menerima Islam moderat.

Islam moderat sendiri diasosiasikan sebagai Islam jalan tengah (Islam Wasathiyyah). Islam model ini digambarkan sebagai Islam toleran, menghindari sifat fanatik yang berlebihan terhadap agama, serta menganut pluralisme beragama dan sinkretisme agama.
Proyek ini tak lain bertujuan untuk menghadang kebangkitan Islam ideologis yang dianggap sebagai ancaman bagi kelangsungan ideologi barat yang sedang sekarat.

Wajah baru Islam yang moderat dipandang mampu melebur perbedaan konsep keagamaan dengan pemeluk agama lain, bahkan dalam tataran akidah sekalipun.

Tak puas dengan wacana Islam moderat, kini muncul moderasi beragama. Proyek moderasi agama ini tak lain merupakan varian baru proyek sekularisasi Islam yang sangat jahat.

Alih-alih menampilkan Islam sebagai agama yang sempurna (kafah), moderasi beragama ini tak lebih dari mega proyek para pengusung sinkritisme dan pluralisme. Parahnya, pilot project kaum kafir ini dilaksanakan oleh generasi muslim sendiri.

Islam jelas memiliki konsep yang jelas bagaimana mendudukkan toleransi tanpa mencampurkan pluralisme dan sinkretisme di dalamnya. Konsep tasamuh (toleransi) dalam Islam tegak atas asas lakum diinukum walyadiin (untukmu agamamu, dan untukku agamaku) yang memberikan batasan yang tegas antara satu agama dengan agama lain yang hidup di wilayah negara Islam.

Konsep toleransi ini sekaligus membuktikan betapa Islam merupakan satu-satunya ideologi yang memberikan jaminan kebebasan beragama sekaligus menjamin keamanan beribadah bagi setiap pemeluk agama.

Inilah yang diterapkan pada masa Islam berjaya. Spanyol yang merupakan salah satu negara yang pernah menjadi pusat peradaban Islam, pada masanya dikenal sebagai negara dengan tiga agama. Agama-agama ini hidup rukun dalam wilayah Negara Islam dahulu kala.

Oleh karena itu, konsep moderasi agama yang digalakkan saat ini tidak hanya menunjukkan kegagalan sistem sekuler dalam menjamin kehidupan beragama, lebih dari itu, proyek ini merupakan alat politik barat untuk melakukan demonisasi ajaran Islam dan menghadang kebangkitan Islam kafah.

×
Berita Terbaru Update