BANDUNG.LENTERAJABAR.COM.--Pemerintah
Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya berinovasi dalam pengelolaan sampah. Hal
itu agar masyarakat bisa mengelola sampah dari sumbernya.
Salah satunya dengan metode
"Waste to Food". Metode ini yaitu mengolah sampah dapur menjadi
pupuk, kompos basah dan kering. Lalu, pupuk atau kompos kembali lagi ke alam
untuk menyuburkan tanaman.
Hal ini yang terus didorong oleh
Wali Kota Bandung, Oded M. Danial. Ia menunjuk kelurahan Sukamiskin dan
Kelurahan Cihaurgeulis sebagai percontohan dalam mengelola sampah, waste to
food.
“Sampah dapur diolah, jadi pupuk,
kompos basah dan kering, itu kembali lagi ke alam, bagaimana pupuk itu
menyuburkan kembali,” kata Oded di pendopo Kota Bandung, Kamis (6/8/2020)
malam.
Di kesempatan itu, oded
mengundang kelurahan Sumamiskin Kecamatan Arcamanik berserta 17 RW untuk
berdiskusi menyampaikan pengalaman dalam pengelolaan sampah di setiap
wilayahnya.
“Kemajuan ini menjadi spirit bagi
saya yang memiliki sebuah ekspektasi. Dari visi misi Bandung yang unggul,
nyaman, sejahtera dan agamis itu sedang bergerak,” tuturnya.
Menurutnya, ini merupakan bentuk
kepedulian menjaga kebersihan. Tak hanya sekedar bersih, tetapi juga ramah
lingkungan dan membuat Kota Bandung semakin cantik.
“Saya semakin semangat. Apa yang
sudah dilakukan ini, dalam rangka melaksanakan tugas dan kepedulian,”
tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Kamalia Purbani mengungkapkan, dua kelurahan
yang terpilih menjadikan model untuk pengimplementasian Kang Pisman (Kurangi,
Pisahkan, dan Manfaatkan sampah).
“Kami jadikan model impelementasi
Kang Pisman. Kita harap ini ditingkatkan lagi menjadi lebih terpadu. Kita uji
coba untuk waste to food,” ujarnya.
Untuk itu perlu sosialisasi, alat
untuk mengelola sampah, sistem yang terpadu dan partisipasi warga yang wajib
untuk memahami pengelolaan sampah itu.
“Kita dorong warga untuk fokus
kepada kurangi sampah. Kami berikan pelatihan pemanfaatan
sampah,”katanya.
Ketua RW 01 kelurahan Sukamiskin,
Wawan Setiawan memberikan sedikit pengalamannya. Warga di wilayahnya sudah mengelola
sampah mulai dari sumbernya. Hal iu melalui proses edukasi yang cukup panjang.
“Setelah ada pendampingan (dari
dinas terkait), per hari kita pilah sampah. Skala RW ini 40 persen, masyarakat
diberikan fasilitas seperti ember dan sebagainya untuk mengelola sampah. Kita
sortir lagi setiap hari, sehingga ketika jam 10 itu sudah tuntas,”
jelasnya.
Dalam prosesnya, lanjut Wawan, di
RW 01 itu diolah sehingga menghasilkan makanan untuk magot, menghasilkan kompos
sehingga bernilai ekonomi.
“Kita olah untuk pakan magot.
Keduanya pakai kompos, jadi ada nilai ekonominya, bisa dijual hasil itu,”
tuturnya.
Ia mengungkapkan, jumlah sampah
di wilayahnya mencapai 80-140 kilogram per hari.. Kemudian dipilah untuk
dijadikan kompos.
Ketika belum mengolah sampah,
setiap harinya petugas kebersihan mengangkut 3 kali sampah. Namun setelah
sampah dikelola, hanya satu kali angkut.
“Dulu 3 kali angkut, sekarang
sekali angkut. Kita manfaatkan mesin inovasi yang dibuat warga. Seperti mesin
cacah daun buatan sendiri dari bekas mesin 'jetpump' yang dimodifikasi,” tuturnya.(Rie/Red)