BOGOR,LENTERAJABAR.COM-Indonesia patut bangga memiliki ideologi negara Pancasila,karena di dalamnya terkandung nilai-nilai yang dapat dijadikan tuntunan dalam dalam bernegara.Para pendiri bangsa memiliki pandangan visioner yang mana pada sila-sila yang terkandung dalam Pancasila itu memuat kaidah dan norma.Meskipun berbeda suku,agama,ras dan antar golongan, Pancasila menjadi pemersatu bagi bumi pertiwi.
Menyikapi maraknya pemberitaan hoax dan ujaran kebencian di media sosial saat ini , tak bisa dipungkiri, peran pers menjadi harapan seluruh anak bangsa pecinta persatuan. Para wartawan yang berada di garis depan peliputan, harus jeli dan berani mengedepankan idiologi Pancasila. Namun, perjuangan seorang wartawan harus dibekali wawasan Pancasila, paling tidak memahami hak konstitusional warga negara, khususnya bagi pers itu sendiri.
Dalam upaya memberikan pemahaman kepada para wartawan tentang hak berkonstitusi Dewan Pres dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengadakan Sosialisai Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Wartawan Media Massa Cetak, TV, Radio dan Online seluruh Indonesia. di Pusdiklat Mahkamah Konstitusi Cisarua Bogor, Jawa Barat.Menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya seperti; Mantan Ketua MK,Mahpud MD,Ketua Dewan Pres Yosep Adi Prasetyo,Wakil Ketua Ahmad Djauhar dan lain-lain.
Kegiatan ini diikuti seratus empat puluh lima pewarta dari seluruh pelosok negeri, dari Sabang sampai Merauke.Selama empat hari,26 Februari s/d 1 Maret 2018, menyerap dan membahas hak konstitusional pers yang disampaikan para pemateri, telah menambah,
membuka wawasan Pancasila yang selama ini mungkin terabaikan.
Di sini banyak persoalan mengemuka terkait hak konstitusi warga negara,khususnya kalangan wartawan seperti dalam UUD 45 pasal 28 f,UU No 40 tentang Pres dan KUHAP,serta UU MD3 yang dinilai akan membelengku hak konstitusional pers, juga di kaji akan dibawa ke ruang intern Mahkamah Konstitusi.
Pernyataan tersebut merupakan bagian dari kepedulian pihak Mahkamah Konstitusi kepada hak konstitusional warga negara dan profesi wartawan. Ini bisa disebut satu upaya penyelamatan hakekat Pancasila , yang memang dijunjung tinggi para bapak bangsa. Namun sebagai wartawan, tidak mungkin hanya sebagai pengagum belaka, sebab nilai-nilai Pancasila ada di pundak kita.
Semua Insan pers di Indonesia menolak dengan adanya Revisi Undang-Undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), pasalnya UU tersebut dinilai telah mengekang kebebasan pers. Hal tersebut disampaikan oleh 146 insan pers se-Indonesia di wakili Fernandus Yusi Adam saat membacakan peryataansikap dihadapan wakil ketua MKRI, Dr Anwar Usman SH MH saat penutupan sosialisasi peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara bagi wartawan media massa cetak, TV, radio, dan online se-Indonesia.
Menurutnya insan pers Indonesia juga mendorong seluruh pihak agar menghormati kemerdekaan pers, sebab dalam studi kasus selama pelatihan terdapat beberapa UU yang dapat mengekang kinerja pers.“Ada beberapa UU yang krusial untuk dirivisi yang dianggap mengekang kebebasan pers dan hak konstitusional warga negara,” ungkapnya.
Sebelumnya, Dewan Pers secara kelembagaan juga telah menyatakan sikap menolak revisi Undang-undang MD3. Dewan Pers menilai revisi UU MD3 ini membuat blunder terhadap kerja kalangan pers dan lebih kejam dari era kolonial.“Saat ini kerja kalangan pers dibayang-bayangi dengan hadirnya rivisi UU MD3,” kata Wakil Ketua Dewan Pers, Ahmad Djauhari.
Dikatakan, UU MD3 Kalangan DPR RI berusaha membatasi ruang gerak pers untuk melakukan kontrol sosial. Untuk itu Dewan Pers secara tegas menyatakan sikap menolak UU tersebut karena lebih kejam dari era kolonial. “Pers jangan dijadikan pesakitan tetapi harus diberi ruang kritik bukan dibatasi,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil ketua MKRI Dr Anwar Usman SH MH yang menerima pernyataan sikap insan pers mengaku belum bisa memberikan komentar. Menurutnya, meskipun UU MD3 ini belum ditanda tangani presiden tapi sudah ada ada 3 permohonan judicial review.
” Hal itu tetapi terlepas ditanda tangan atau tidak, 30 hari berlaku,” katanya.Anwar mengapresiasi peserta sosialisasi dari kalangan wartawan yang sudah sangat antusias mengikuti rangkaian kegiatan demi meningkatkan pemahaman hak konstitusional warga negara.
“Saya akan menyampaikan kepada ketua dan sekjen MK agar sosialisasi ini tidak pertama kali, tapi berlanjut. Karena saya sepakat mau dibawa kemana dunia ini, ada di pena bapak-ibu sekalian (wartawan). Saya berharap bapak ibu menjadi tunas-tunas konstitusi terus mengawal demokrasi sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur,”pungkasnya.(Red)
Menyikapi maraknya pemberitaan hoax dan ujaran kebencian di media sosial saat ini , tak bisa dipungkiri, peran pers menjadi harapan seluruh anak bangsa pecinta persatuan. Para wartawan yang berada di garis depan peliputan, harus jeli dan berani mengedepankan idiologi Pancasila. Namun, perjuangan seorang wartawan harus dibekali wawasan Pancasila, paling tidak memahami hak konstitusional warga negara, khususnya bagi pers itu sendiri.
Dalam upaya memberikan pemahaman kepada para wartawan tentang hak berkonstitusi Dewan Pres dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengadakan Sosialisai Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Wartawan Media Massa Cetak, TV, Radio dan Online seluruh Indonesia. di Pusdiklat Mahkamah Konstitusi Cisarua Bogor, Jawa Barat.Menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya seperti; Mantan Ketua MK,Mahpud MD,Ketua Dewan Pres Yosep Adi Prasetyo,Wakil Ketua Ahmad Djauhar dan lain-lain.
Kegiatan ini diikuti seratus empat puluh lima pewarta dari seluruh pelosok negeri, dari Sabang sampai Merauke.Selama empat hari,26 Februari s/d 1 Maret 2018, menyerap dan membahas hak konstitusional pers yang disampaikan para pemateri, telah menambah,
membuka wawasan Pancasila yang selama ini mungkin terabaikan.
Di sini banyak persoalan mengemuka terkait hak konstitusi warga negara,khususnya kalangan wartawan seperti dalam UUD 45 pasal 28 f,UU No 40 tentang Pres dan KUHAP,serta UU MD3 yang dinilai akan membelengku hak konstitusional pers, juga di kaji akan dibawa ke ruang intern Mahkamah Konstitusi.
Pernyataan tersebut merupakan bagian dari kepedulian pihak Mahkamah Konstitusi kepada hak konstitusional warga negara dan profesi wartawan. Ini bisa disebut satu upaya penyelamatan hakekat Pancasila , yang memang dijunjung tinggi para bapak bangsa. Namun sebagai wartawan, tidak mungkin hanya sebagai pengagum belaka, sebab nilai-nilai Pancasila ada di pundak kita.
Semua Insan pers di Indonesia menolak dengan adanya Revisi Undang-Undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), pasalnya UU tersebut dinilai telah mengekang kebebasan pers. Hal tersebut disampaikan oleh 146 insan pers se-Indonesia di wakili Fernandus Yusi Adam saat membacakan peryataansikap dihadapan wakil ketua MKRI, Dr Anwar Usman SH MH saat penutupan sosialisasi peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara bagi wartawan media massa cetak, TV, radio, dan online se-Indonesia.
Menurutnya insan pers Indonesia juga mendorong seluruh pihak agar menghormati kemerdekaan pers, sebab dalam studi kasus selama pelatihan terdapat beberapa UU yang dapat mengekang kinerja pers.“Ada beberapa UU yang krusial untuk dirivisi yang dianggap mengekang kebebasan pers dan hak konstitusional warga negara,” ungkapnya.
Sebelumnya, Dewan Pers secara kelembagaan juga telah menyatakan sikap menolak revisi Undang-undang MD3. Dewan Pers menilai revisi UU MD3 ini membuat blunder terhadap kerja kalangan pers dan lebih kejam dari era kolonial.“Saat ini kerja kalangan pers dibayang-bayangi dengan hadirnya rivisi UU MD3,” kata Wakil Ketua Dewan Pers, Ahmad Djauhari.
Dikatakan, UU MD3 Kalangan DPR RI berusaha membatasi ruang gerak pers untuk melakukan kontrol sosial. Untuk itu Dewan Pers secara tegas menyatakan sikap menolak UU tersebut karena lebih kejam dari era kolonial. “Pers jangan dijadikan pesakitan tetapi harus diberi ruang kritik bukan dibatasi,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil ketua MKRI Dr Anwar Usman SH MH yang menerima pernyataan sikap insan pers mengaku belum bisa memberikan komentar. Menurutnya, meskipun UU MD3 ini belum ditanda tangani presiden tapi sudah ada ada 3 permohonan judicial review.
” Hal itu tetapi terlepas ditanda tangan atau tidak, 30 hari berlaku,” katanya.Anwar mengapresiasi peserta sosialisasi dari kalangan wartawan yang sudah sangat antusias mengikuti rangkaian kegiatan demi meningkatkan pemahaman hak konstitusional warga negara.
“Saya akan menyampaikan kepada ketua dan sekjen MK agar sosialisasi ini tidak pertama kali, tapi berlanjut. Karena saya sepakat mau dibawa kemana dunia ini, ada di pena bapak-ibu sekalian (wartawan). Saya berharap bapak ibu menjadi tunas-tunas konstitusi terus mengawal demokrasi sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur,”pungkasnya.(Red)