JAKARTA,LENTERAJABAR.COM - Revisi UU MD3 adalah kependekan dari Undang-Undang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Revisi UU ini disusun untuk membenahi pasal dan klausa UU No 27 tahun 2009 yang dianggap sudah tidak lagi relevan. yang mengatur kewenangan anggota MPR, DPD, DPR, dan DPRD,
Revisi ini menjadi perbincangan hangat di berbagai media cetak, elektronik, maupun internet,karena ditenggarai dengan adanya revisi ini mengancam kebebasan demokrasi,hal tersebut terdapat pada Pasal 122 huruf k Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) yang mengatur penghinaan terhadap Anggota DPR RI dinilai sebagai pasal anti kritik
Koordinator Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang menjelaskan pasal tersebut dapat digunakan untuk membungkam daya kritis masyarakat pada masa demokrasi.
Menurutnya pasal tersebut sengaja dikonstruksikan sedemikian rupa agar bisa menjerat siapapun sesuai dengan kepentingan dari anggota dewan itu sendiri.
"Pasal ini sebagai kemunduran sekaligus sebagai ancaman serius bagi demokrasi," ujar Sabastian dalam diskusi bertajuk 'DPR Takut Kritik?' di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2).
Sabastian menambahkan ancaman bukan saja ditujukan kepada aktivis, masyarakat umum, hingga pers pun bisa terancam.
"Ini kemunduran yang luar biasa dari demokrasi sekaligus menjadi ancaman serius bagi demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers,"tegasnya.
Lebih lanjut, Sabastian mendorong bahwa UU MD3 harus segera digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun diakuinya ada sedikit kekhawatiran, dan ketidakpercayaan terhadap MK akan membuat keputusan yang adil dan objektif.
"Menurut saya itu jalan bagi publik untuk mengendalikan UU ini pada rel yang benar dan tidak menjadi ancaman bagi demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers," pungkasnya.(Red)
Revisi UU ini disusun untuk membenahi pasal dan klausa UU No 27 tahun 2009 yang dianggap sudah tidak lagi relevan. yang mengatur kewenangan anggota MPR, DPD, DPR, dan DPRD,
Revisi ini menjadi perbincangan hangat di berbagai media cetak, elektronik, maupun internet,karena ditenggarai dengan adanya revisi ini mengancam kebebasan demokrasi,hal tersebut terdapat pada Pasal 122 huruf k Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) yang mengatur penghinaan terhadap Anggota DPR RI dinilai sebagai pasal anti kritik
Koordinator Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang menjelaskan pasal tersebut dapat digunakan untuk membungkam daya kritis masyarakat pada masa demokrasi.
Menurutnya pasal tersebut sengaja dikonstruksikan sedemikian rupa agar bisa menjerat siapapun sesuai dengan kepentingan dari anggota dewan itu sendiri.
"Pasal ini sebagai kemunduran sekaligus sebagai ancaman serius bagi demokrasi," ujar Sabastian dalam diskusi bertajuk 'DPR Takut Kritik?' di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2).
Sabastian menambahkan ancaman bukan saja ditujukan kepada aktivis, masyarakat umum, hingga pers pun bisa terancam.
"Ini kemunduran yang luar biasa dari demokrasi sekaligus menjadi ancaman serius bagi demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers,"tegasnya.
Lebih lanjut, Sabastian mendorong bahwa UU MD3 harus segera digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun diakuinya ada sedikit kekhawatiran, dan ketidakpercayaan terhadap MK akan membuat keputusan yang adil dan objektif.
"Menurut saya itu jalan bagi publik untuk mengendalikan UU ini pada rel yang benar dan tidak menjadi ancaman bagi demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers," pungkasnya.(Red)