Notification

×

Iklan

Iklan

Bela Negara Dalam Konsep Budaya Jaga Lembur

Minggu, 30 April 2017 | 11:10 WIB Last Updated 2017-04-30T04:10:51Z
BANDUNG,LENTERAJABAR.COM - Gerakan bela negara, dinilai dapat menjaga kondusifitas daerah dari berbagai gangguan keamanan, perpecahan, atau konflik, terlebih menjelang pilkada serentak di Jawa Barat pada 2018. Dengan diimplementasikan melalui konsep budaya jaga lembur, bela negara ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kecintaan masyarakat terhadap daerahnya.

Hal inilah yang mengemuka dalam sebuah diskusi bertajuk "implementasi bela negara dalam konsep budaya jaga lembur" yang diselenggarakan di Hotel Bidakara Savoy Homann, Sabtu (29/4). Kegiatan ini dihadiri di antaranya oleh MQ Iswara sebagai dewan pengarahnya, ahli hukum tata negara Asep Warlan, dan budayawan Acil Bimbo,Budayawan Budi Dalton,Aa Suratin,.Budi Radjab,Yossi Irianto,Fauzan Rahman,Kang Ari 

Dalam pemaparannya, Iswara mengatakan berdasarkan sejarah, di Jawa Barat setidaknya terdapat tiga kali kerusuhan, yakni pada 1963, 1973, dan 1998. Namun, konflik-konflik yang di antaranya akibat isu SARA tersebut berhasil diselesaikan dengan menjunjung tinggi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan budaya luhur Sunda.

"Dari sejarah, kita bisa gali lagi sehingga konteks jaga lembur melalui bela negara bisa digalakan. Dalam hal ini, jaga lembur sudah menjadi kebijakan bagi Bandung yang harus diikuti semua level," kata Iswara dalam pengarahannya kepada para peserta diskusi tersebut.

Pada 2018, kata Iswara, akan digelar Pemilihan Gubernur Jabar dan Pemilihan Kepala Daerah di 16 kota dan kabupaten di Jawa Barat. Bela negara dan jaga lembur, katanya, dapat menjadi alat menangkis dampak negatif dari sejumlah pilkada yang lebih dulu terjadi.

"Semoga isu negatif dari Pilkada DKI Jakarta tidak merambah ke Pilkada Jawa Barat. Kemungkinan memang tidak akan merambah, karena kultur kita dengan Jakarta berbeda. Dan ini bisa diatasi dengan jaga lembur dan bela negara," katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Acil Bimbo mengatakan jaga lembur tergantung kepada pihak intelektual dan gerakan masyarakatanya. Peningkatan fungsi dua unsur utama ini, katanya, masih menjadi PR besar masyarakat Bandung atau Jawa Barat.

"Bangsa kita tidak memiliki konsep budaya yang jelas. Diharapkan ada rujukan yang benar ketika kita menyebut budaya bangsa. Kita pun sekarang miskin panutan, sekarang kita aing-aingan. Ini yang harus dibenahi," katanya.

Acil mengatakan harus ada gerakan revitalisasi cinta dan tanggung jawab masyarakat kepada Tanah Air. Jika hal ini terlaksana, maka roda kemajuan bangsa akan akan berputar dengan sangat cepat, laiknya negara Jepang dan Korea yang berpegang teguh pada budaya sendiri sekaligus bekerja keras membangun bangsanya.

"Untuk jaga lembur, kita harus menjaga diri jangan sampai berkelahi, menjaga lingkungan supaya tidak terjadi bencana. Juga harus menghangatkan komunikasi dengan sesama," ujarnya.

Dr. Budi Radjab, sosiolog-antropolog Unpad lebih menajamkan lagi tematik diskusi dengan presentasinya yang secara spesifik mengatakan bahwa kearifan lokal yang merupakan hasil dari suatu proses sosial di suatu daerah terbukti merupakan produk yang secara alami terbentuk di suatu daerah yang telah teruji merupakan sarana survive, adaptasi, solidaritas, juga ketahanan dan keamanan wilayah.
Konteks Jaga Lembur secara khusus, merupakan kebijakan Pemerintah Kota Bandung yang berbasis dari proses sosial budaya masyarakat. Penegasan ini disampaikan oleh Kang Aat Suratin ketika menyampaikan uraiannya. Secara filosofis Kang Aat juga menyampaikan bahwa ketahanan wilayah yang berbasis budaya di masing-masing daerah, secara kolektif merupakan sendi kekuatan ketahanan nasional/bangsa. Kang Aat meyakini bahwa tanpa meninggalkan etnisitas justru akan menguatkan katahanan suatu bangsa, terutama Indonesia yang berkarakteristik pluralis.

Dalam forum tersebut, Budi Dalton dan Giri Muhammad yang tampil sebagai penanggap dengan dinamis mengajukan pertanyaan kepada seluruh panelis, dimana jawaban para panelis banyak menambah pengetahuan peserta diskusi dalam banyak hal.

Yang sangat menarik adalah ketika salah satu peserta, yaitu Kang Yossi Irianto yang merespon Giri Muhammad dalam kapasitasnya sebagai Ketua Kwarcab Pramuka Kota Bandung, menguraikan bahwa jiwa kepanduan yang merupakan prinsip dasar pramuka adalah spirit dan modal essensial baik dari konsepsi bela negara dalam konteks nasional maupun jaga lembur dalam konteks lokal. Uraian yang disampaikan Kang Yossi ini pun secara responsif ditanggapi oleh Kang Aat dengan sangat positif..(Red)
×
Berita Terbaru Update